REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Haryadi, mengatakan hal yang paling diharapkan dari presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) adalah mengambil posisi di atas tarik-menarik kepentingan politik elite sesaat saat ini.
Hal itu harusnya dilakukan Jokowi begitu ditetapkan sebagai presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan dilantik serta disumpah MPR pada 20 oktober.
"Dia sebagai presiden sebaiknya lebih banyak berbicara dalam perspektif kenegaraan Indonesia, tidak terlibat dan tidak menjadi bagian tarik-menarik politik sesaat yang ada di elite politik," kata Haryadi saat dihubungi Republika, Selasa (13/10).
Hal itu akan memudahkan Jokowi untuk mengembangkan prasyarat komunikasi dan dukungan politik yang sangat diperlukan dalam menghadirkan pemerintahan yang efektif, responsif dan efisien.
Menurutnya, langkah itu bukan saja setelah Jokowi dilantik tapi saat ini langkah-langkah kenegarawanan sudah harus dijalani. Dia juga melihat Jokowi mulai melakukan inisiatif komunikasi dengan Ketua MPR, Ketua DPR dan Ketua DPD. Serta serangkaian komunikasi dengan pimpinan MPR, MK, MA, dan atau lembaga-lembaga tinggi negara yang lain.
Selain itu, dia melihat Jokowi juga mulai mengembangkan komunikasi dengan pimpinan-pimpinan parpol. Langkah tersebut dinilai awal yang baik untuk mengambil posisi di atas pertikaian-pertikaian politik yang berlangsung.
Haryadi menilai begitu Jokowi dilantik semangat untuk merangkul harus tercermin dalam pidato kenegaraan pertama.
"Mengingatkan kembali janji-janji ketika Jokowi maju dalam kontestasi Pilpres. Itu merupakan janji yang harus diwujudkan secara bertahap selama lima tahun memerintah," imbuhnya.
Janji-janji Jokowi selama kampanye terkait dengan Trisakti mendorong negara berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara kebudayaan. Trisakti tidak bisa dilakukan sendiri tapi harus mendapat dukungan semua elemen bangsa serta melalui jalinan hubungan yang strategis dengan negara-negara luar. (Bersambung)