REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah Organisasi yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Pemilu (KPP) menilai munculnya Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) No.1 tahun 2014 tidak menjamin Pilkada langsung tetap terlaksana karena dinamikanya masih berlangsung di DPR.
"DPR RI harus menjadikan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) itu sebagai acuan," kata Sulastio dari Indonesian Parlamentary Center (IPC) dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Ia meminta DPR agar tidak harus saling tunggu, karena 2015 nanti ada beberapa daerah di Indonesia yang akan mengadakan Pilkada.
Selain itu iya juga meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus segera bertindak tegas dengan tetap menyusun berbagai tahapan Pilkada untuk awal tahun depan.
Disamping itu Jeirry Sumampow dari Komite Pemilihan Indonesia (TEPI) mengharapkan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus secepatnya menindaklanjuti perppu yang telah dikeluarkannya.
"SBY harus sungguh-sungguh dengan Perppu itu. Ia harus selesaikan sekarang sebelum tanggal 20 Oktober, agar tidak menjadi beban atau tanggungan dari Pemerintahan selanjutnya," kata Jeirry.
KPP juga menilai posisi perppu itu sendiri belum kuat dan sewaktu-waktu bisa berubah.
"Kami masih ragu-ragu apakah Perppu ini bisa menguat atau melemah," tambahnya.
Menurut KPP, Pilkada tidak langsung yang disetujui oleh DPR RI merupakan "genosida" politik.
KPP sendiri juga menganggap persetujuan Pilkada tidak langsun oleh DPR RI merupakan tindakan yang sudah tidak berpihak pada rakyat.
"Nantinya akan merembet pada banyaknya regulasi yang tidak berpihak pada rakyat," tambahnya.