REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau meminta Joko Widodo untuk tidak menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), setelah dilantik menjadi Presiden ke-7 Indonesia pada 20 Oktober mendatang.
"Siapa pun Presiden yang menaikkan BBM, maka mahasiswa akan berada di barisan terdepan untuk melawannya," kata Menteri Sosial dan Politik BEM UNRI Suyeni.
Ia melanjutkan, penolakan tersebut berdasarkan hasil seminar dan diskusi tata kelola minyak dan gas dengan tiga pembicara yaitu Mantan Menteri Keuangan dan Perekonomian DR. Rizal Ramli, Pengamat Perminyakan Ir. Marwan Batubara dan Ir. Agung Marsudi yang dilaksanakan Sabtu (11/10).
Menurutnya hasil dari seminar ini akan dibuatkan kajian akademik yang isinya berupa pernyataan dari para pembicara yang hadir terkait rencana menaikan BBM. Selain itu, katanya, pihaknya juga akan memberikan solusi terbaik bagaimana melakukan tata kelola migas sehingga tidak perlu ada kenaikan.
Rizal Ramli pada kesempatan itu, mengatakan kebijakan pemerintah yang tidak hati-hati dalam menaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi bisa menjadi "bumerang" bagi pemerintahan Presiden RI terpilih Joko Widodo.
"Kalau tak hati-hati dan BBM naik sampai Rp3.500, maka harga premium bisa mencapai Rp10.000 dan itu akan lebih tinggi dari harga keekonomian karena biaya produksi hanya sekitar Rp2.800 per liter. Itu sama saja pemerintah melawan konstitusi, dan bukan tidak mungkin presiden bisa di-impeach oleh Koalisi Merah Putih di DPR," jelasnya.
Sementara itu, Marwan Batubara meminta pemerintah menetapkan visi dan kebijakan ketahanan dan kemandirian SDA dan energi sebagai prioritas politik negara. Oleh karena itu, segera susun "road map" dan "blue print" pengembangan energi nasional.
"Laksanakan program pengembangan energi guna mencapai target bauran energi seperti penggunaan EBT dan produksi BBN secara massif, BBG untuk transportasi, pemanfaatan panas bumi dan solar sel untuk energi listrik, dan peningkatan efisiensi penggunaan energi," jelasnya.
Pengamat Perminyakan Riau, Agung Marsudi menyatakan ada delapan dari 12 kabupaten/kota di Riau yang memproduksi minyak.
"Dengan potensi yang demikian besar, kita harus mampu menikmati kekayaan alam kita sendiri," katanya.