Ahad 12 Oct 2014 19:43 WIB

Regenerasi Petani Tidak Berjalan

Rep: c63/ Red: Esthi Maharani
Seorang Petani, Gofur (55) menunjukan pipa air yang kosong disawahnya kawasan Kopyak, Indramayu, Selasa (26/8). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Seorang Petani, Gofur (55) menunjukan pipa air yang kosong disawahnya kawasan Kopyak, Indramayu, Selasa (26/8). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG— Sektor Pertanian menjadi hal yang paling tidak diperhitungkan oleh kalangan anak muda saat ini. Hal itu pulalah yang membuat tidak berjalannya regenerasi di sektor pertanian.

Direktur Kebijakan Pertanian, Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB Suryo Wiyono mengungkapkan saat ini profesi petani sudah tidak menarik bagi kalangan anak muda. Menurutnya, kalangan muda lebih tertarik terhadap sektor yang besaran penghasilannya terlihat dibandingkan pertanian.

“Industri yang paling nampak, bahkan anak-anak desa berbondong-bondong mengejar UMK ke Kota daripada mengurusi lahan pertaniannya,” kata Suryo di Bandung, Sabtu (11/10).

Padahal menurut Suryo sektor pertanian lebih menjanjikan nilainya jika didukung oleh teknologi kekinian kuat. Sedangkan ia menilai teknologi kekinian tersebut hanya bisa dilakukan oleh generasi muda.

Namun, ia menyayangkan minat generasi muda bergerak di sektor pertanian sangat kecil. Bahkan, jumlah alumni dari beberapa perguruuan tinggi pertanian yang bekerja di sektor pertanian sedikit jumlahnya.

“Alumninya saja hanya 10 persen, bahkan ada beberapa SMK pertanian juga sudah berkurang,” kata dia.

Kurangnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian dinilai wajar oleh Suryo karena adanya stereotip masyarakat terhadap petani. Itulah yang menurutnya, perlu diluruskan di masyarakat mengenai petani.

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik 2013 tercatat dari jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian, 61,86 persen atau 16,16 juta orang petani berumur di atas 45 tahun, 26 persen atau 6,8 juta orang petani berada di usia 35-44 tahun, dan sisanya hanya 12 persen yang berusia kurang dari 35 tahun.

Sementara Manager Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah menilai rendahnya minat generasi muda yang memilih profesi petani bisa jadi dikarenakan kurangnya peningkatan kesejahteraan yang didapat para petani.

Menurutnya, dalam kurun wakktu 10 tahun dari 2005 hingga 2014, kesejahteraan petani yang terlihat dari Nilai Tukar Petani relatif jalan ditempat yakni NTP 2005 sebesar 101,15 dan terakhir 2014 sebesar 101,85.

“Itu kan kecil sekali naiknya nol koma sekian, anak petaninya sendiri saja enggak mau jadi petani,” ujar Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement