Jumat 10 Oct 2014 17:04 WIB

Perjanjian Indonesia-Australia di Laut Timor Harus Dibatalkan

Tumpahan minyak laut Timor
Foto: komisikepolisianindonesia.com
Tumpahan minyak laut Timor

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni menyatakan semua perjanjian kerja sama yang dibuat Indonesia-Australia di Laut Timor dari 1973-1997 harus dibatalkan, dan dirundingkan kembali secara trilateral dengan Timor Leste sebagai sebuah negara baru, setelah menyatakan berpisah dengan Indonesia melalui referendum pada 1999.

Tanoni menjelaskan perundingan kembali secara trilateral itu dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line) dalam menetapkan batas wilayah maritim secara permanen dan kredibel antara ketiga negara di Laut Timor.

"Ini merupakan konsekuensi logis dari perubahan geopolitik yang sangat signifikan di kawasan Laut Timor dengan lahirnya sebuah negara baru bernama Republik Demokratik Timor Leste (RDTL)," kata penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu.

Ia menegaskan perjanjian yang dibuat Indonesia-Australia itu, sangat merugikan rakyat Indonesia di Pulau Timor kawasan barat Nusa Tenggara Timur, karena tidak menikmati sedikitpun hasil yang diperoleh dari kandungan Laut Timor yang kaya raya itu.

"Perjanjian kerja sama yang sarat muatan politis itu, secara langsung maupun tidak langsung telah membuat rakyat Indonesia di Pulau Timor kawasan barat NTT dimiskinkan secara sistematis. Karena itu, perundingan kembali secara trilateral merupakan sebuah keharusan politik yang tidak bisa ditawar-tawar lagi," katanya menegaskan.

kata di Kupang, Jumat, menanggapi pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto soal pentingnya keutuhan NKRI.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement