REPUBLIKA.CO.ID, BALAIKOTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku gagal menjalankan program transportasi massal melalui transjakarta selama dua tahun pemerintahannya bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
"Gagal kami (program) pengadaan bus transjakarta. Intinya kami ingin menambah unit bus, tapi kami gagal karena adanya mark up anggaran,"ujarnya kepada wartawan di Balaikota, Jumat (10/10).
Pernyataan pria yang kerap disapa Ahok tersebut dikarenakan sejumlah pejabat Dinas Perhubungan DKI Jakarta terlibat penyelewengan anggaran bus transjakarta dan bus sedang. Padahal, menurutnya dengan adanya program itu, pihaknya ingin warga berpindah dari kendaraan pribadi ke transjakarta.
Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah DKI sebagai tersangka. Diantaranya mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono, mantan Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto, mantan Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Dradjat Adhyaksa dan sebagainya. Terkait pengadaan transjakarta dan bus sedang dalam tahun anggaran 2013 senilai Rp 1,5 triliun.
Melihat keadaan diatas, Ahok mengatakan ke depan tidak ingin lagi melakukan pengadaan transjakarta dan bus sedang di Dinas Perhubungan DKI. Ia memilih membatalkan pengadaan transjakarta di tahun 2014 dan mengalihkan pengadaan ke PT Transjakarta.
"Makanya kami mau ubah pola pengadaan transjakarta tahun 2015-2016 melalui PT Transjakarta dan dengan kualitas bus yang baik,"kata dia.
Selain itu, Ahok menuturkan akan ada perbaikan halte-halte bus. Sehingga tahun 2016 sudah ada perubahan yang signifikan. "Sudah level dunia, termasuk bus-busnya,"imbuhnya.