Kamis 09 Oct 2014 01:55 WIB

Kenaikan Upah Minimum di DIY Dinilai Belum Signifikan

Rep: C67/ Red: Yudha Manggala P Putra
Upah Minimum Regional (ilustrasi).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Upah Minimum Regional (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menilai kenaikan tarif upah minimum di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih belum signifikan yakni hanya berkisar 10 persen.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal ABY Kernadi dalam jumpa pers hasil survey Kelayakan Hidup (KLH) di lima kabupaten di DIY.

Kernadi menjelaskan, hasil survey Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dilakukan ABY yaitu, untuk Kota Yogtakarta sebesar Rp 2.165.088 juta. Sedangkan, untuk Sleman sebesar Rp 2.138.950 juta dan Bantul sebesar RP2.090.561 juta. Sementara itu, Rp 1.996.013 juta untuk Kulonprogo dan Gunung Kidul sebesar Rp 2.001.559 juta.

Menurut Kernadi, Survey yang dilakukan oleh ABY mengikuti standar Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenaker nomor 17 taun 2005 atau yang baru saja direvisi.

Oleh karena itu “Upah layak di Jogja rata-rata 2,2 juta,” ujar Kernadi, Rabu (8/10) di Hotel Melia Purosani.

Hasil surveri dari ABY, lanjut Kernadi, berbeda cukup jauh dengan survey yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan. Menurutnya, dalam survey yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan hanya kepada tempat tinggal dengan ukuran 3x2 atau 3x4. Hal tersebut dinilai ABY jauh dari standar kelayakan hidup yang sudah diatur dalam Permenaker.

Semestinya dalam mengukur kelayakan hidup harus dilhat daya tampung tempat tinggal tersebut. Tempat tinggal tersebut, lanjut Kernadi, harus mampu menampung 60 item yang sudah ditetapkan dalam Permenaker. Diantara poin di dalam item tersebut yaitu terdapat meja, kasur dan kursi.

Upah Kelayakan Hidup menurut Kernadi bertujuan untuk melindungi pekerja yang usianya 0-12 bulan. Sehingga mereka tidak terjebak terjadap situasi miskin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement