REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Plt Ketua Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Nurcholis mengaku mendapat teror halus dari aparat intelijen kepolisian. Teror itu terkait rencana deklarasi organisasi keagamaan berhaluan garis keras tersebut pada akhir Oktober.
"Mereka mencoba melakukan pembinaan melalui istri dan anak-anak saya," kata Nurcholis yang juga menjabat Sekretaris MUI Tulungagung, Rabu (8/10).
Ia sengaja memilih istilah "pembinaan" untuk memperhalus serangan teror mental yang diterima istri dan anak-anaknya.
Tidak hanya dilakukan melalui forum informal, kata dia, istri Nurcholis yang berprofesi sebagai guru madrasah ibtidaiyah (MI) juga mendapat tekanan dari struktural kedinasan dan lembaga sekolah tempatnya mengajar.
"Intinya mereka meminta agar rencana deklarasi FPI di Tulungagung dibatalkan," kata dia.
Nurcholis mengaku tidak pernah mendapat teror langsung. Baik dari aparat mau pun ormas/elemen masyarakat lain.
Namun ia mengakui wacana pendirian dan deklarasi FPI saat ini telah memantik kontroversi di tengah masyarakat Kota Marmer, Tulungagung.
"Mereka yang menentang itu kan karena tidak tahu strategi perjuangan saya. Saya jamin FPI Tulungagung tidak akan menggunakan pendekatan kekerasan atau pun aksi anarkistis seperti di Jakarta. Tapi lebih mengedepankan persuasif dan menggandeng aparat keamanan," jelasnya.
Ia menegaskan, FPI Tulungagung tetap akan dideklarasikan. Namun mengenai kapan waktunya, ia mengaku belum bisa memastikan.
Saat ini, tutur dia, Plt sekretaris FPI telah resmi mengundurkan diri dari kepengurusan karena alasan teror yang sama. "Maju saja belum, kok sudah mundur? Bagaimana pun kami akan tetap melanjutkan perjuangan ini," papar dia.