Rabu 08 Oct 2014 12:15 WIB

Korupsi di Dunia Pendidikan Rugikan Negara Rp 619 M

Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri jakarta (BEM UNJ) menggelar aksi menuntut pendidikan bermutu saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta, Ahad (4/5).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri jakarta (BEM UNJ) menggelar aksi menuntut pendidikan bermutu saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta, Ahad (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan selama satu dasawarsa 2003-2013 kasus korupsi pendidikan telah merugikan negara Rp 619 miliar.

"Selama satu dasawarsa penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan dan KPK berhasil menindak kasus korupsi pendidikan sebanyak 296 kasus dengan indikasi kerugian negara Rp 619 miliar," kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri di Jakarta, Rabu (8/10).

Ia menguraikan, kasus korupsi pendidikan paling banyak ditindak oleh kejaksaan mencapai 216 kasus dengan indikasi kerugian negara terbesar Rp 530,1 miliar. Kemudian disusul kepolisian sebanyak 63 kasus dengan kerugian negara Rp 74,7 miliar.

Sementara KPK menangani 3 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp13 miliar. Dari 296 kasus, terdapat 12 kasus tidak diketahui penanganannya. Febri mengungkapkan tren kasus korupsi dari tahun ke tahun polanya serupa yakni dengan modus paling banyak adalah penggelapan dan penggelembungan atau "mark up".

Menurut dia, korupsi di sektor pendidikan sudah terjadi sejak perencanaan dilaksanakan seperti kasus pengadaan barang di perguruan tinggi yang seperti yang melibatkan Angelina Sondakh dan rehabilitasi pembangunan sekolah.

Tren korupsi pendidikan dari 2003 sampai 2013, kata dia, berhasil mengumpulkan 296 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 479 orang termasuk anggota dewan dan pejabat negara. Tren pemberantasan korupsi pendidikan berdasarkan pantauan ICW, lanjut dia, mengunakan metodologi kuantitatif deskriptif.

Pemantauan dilakukan selama tiga kali yakni tahun 2008, 2010, 2013 dengan cara mengupdate hasil pemantauan sebelumnya. Tabulasi dan pengolahan data menggunakan Statistical Package for Social Science dan Ms Excel. Sedangkan kekurangan akurasi data pada media online tidak menggambarkan kedaan praktek korupsi sesungguhnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement