REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak bisa serta-merta. Presiden SBY telah menandatangani Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota pada Kamis (2/10) malam.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, mengatakan sampai hari ini DPR belum menerima draf Perppu tersebut. "Pembahasan Perppu tidak otomatis," kata Hidayat saat dihubungi ROL, Sabtu (4/10).
Menurutnya, sesuai ketentuan dalam UUD 1945, pembahasan Perppu akan dibahas pada masa sidang berikutnya, bukan pada masa sidang sekarang. Masa sidang berikutnya akan dimulai pada pekan kedua Januari 2015.
Saat ini, lanjutnya, DPR dan MPR masih fokus pada agenda untuk menyelesaikan pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan. "Masih panjang waktu untuk membahas Perppu ini," ujarnya.
Menurutnya, Presiden mempunyai hak konstitusional yang diberikan UUD 1945 untuk mengeluarkan Perppu. Perppu diterbitkan berdasarkan subjektivitas Presiden. Kemudian, Perppu tersebut akan dinilai objektivitasnya oleh DPR.
Supaya objektif, DPR akan membaca secara detail draf Perppu tersebut.
Menurutnya, ada beberapa hal yang layak diverifikasi. Pertama, apakah Perppu tersebut akan mencabut UU PIlkada. "Kalau dicabut, akan terjadi kekosongan hukum, atau yang dicabut hanya beberapa pasal saja, ini yang harus jelas," imbuhnya.
Dia juga mempertanyakan pernyataan SBY yang mengatakan sudah mengakomodasi keberatan Koalisi Merah Putih (KMP) misalnya soal money politic, apakah benar-benar sudah diakomodasi. "Itu yang dirujuk, diterima atau tidak," jelasnya.