REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 atau dikenal Perppu Pilkada, dinilai sebagai langkah yang berlebihan.
“Untuk menunjukkan dia tidak setuju (pemilu lewat DPRD), SBY sebenarnya cukup saja memberi signal dengan tidak teken RUU,” kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, Sabtu (4/10).
Jumly yang juga ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menambahkan rupanya SBY ingin menunjukkan kepada dunia bahwa dia sangat sungguh-sungguh menginginkan pilkada langsung,
Menyoal Perppu tersebut yang kemungkinan bakal berakhir tragis, Jimly tak mau banyak berkomentar. Yang jelas, SBY dinilainya telah memperhitungkan segala dampak dari keberadaan Perppu Pilkada tersebut. Jimly pun menyebut langkah SBY itu menunjukkan kalau SBY sudah siap mengakhiri jabatannya dengan kontroversi baru.
Disinggung soal gugatan UU Pilkada, ia mengatakan Presiden dan anggotan parpol tidak memiliki legal standing. Lagi pula, para pejabat itu tidak perlu repot-repot mengajukan gugatan soal UU tersebut karena sudah banyak anggota masyarakat yang melakukannya. Pada akhirnya, lanjut dia, baik Perppu maupun UU Pilkada dapat diajukan permohonan penggugatannya secara bersamaan agar dinilai oleh DPR dan MK.