REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Provinsi Kepulauan Riau menjadi daerah transit perdagangan anak terbanyak di Indonesia bersama daerah perbatasan lain di Kalimantan Barat.
"Bukan Kepri saja, Kalimantan Barat juga, daerah yang memiliki banyak jalan tikus," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar, Jumat, (3/10) usai menghadiri deklarasi Forum Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak se-Sumatera.
Ia mengatakan daerah perbatasan harus dijaga bersama-sama oleh pemerintah daerah, masyarakat, pengusaha dan media, agar tidak menjadi tempat singgah perdagangan anak ke luar negeri.
Di Kepri, perdagangan anak berkedok dengan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia dan Singapura.Kemudian saat pemerintah Malaysia memulangkan TKI bermasalah, banyak anak-anak yang tidak terperhatikan.
"Banyak anak yang tercecer," kata dia.
Ia berharap FP3A se-Sumatera yang terdiri dari Dinas P3A di 10 provinsi bisa bekerja sama meminimalkan perdagangan anak. Karena dari 10 provinsi itu, ada yang menjadi daerah pengirim, dan menjadi daerah transit.
"FP3A dari 10 provinsi sangat baik, semuanya bisa bekerja sama dan saling berkoordinasi," kata dia.
Menteri juga berharap daerah lain selain Sumatera bisa menyontoh FP3A se-Sumatera.
Di tempat yang sama, Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo menyadari wilayahnya menjadi daerah singgah perdagangan anak ke luar negeri."Itu merupakan konsekuensi berada di daerah terdepan, perbatasan Indonesia," kata dia.
Pemerintah Kepri berupaya melakukan pengawasan bersama aparat keamanan untuk mencegah tindak perdagangan manusia, terlebih anak.
"Melalui SKPD-SKPD yang ada kami juga terus berupaya membantu meminimalkan perdagangan manusia, di antaranya Dinas Sosial yang terus menjalankan program-programnya," kata Soerya.
Pemprov Kepri juga terus berupaya untuk mewujudkan daerah ramah anak, sesuai dengan amanat Perda no.7 tahun 2010.