Jumat 03 Oct 2014 15:31 WIB
Pilkada Lewat DPRD

Presiden Berhak Keluarkan Perppu, Ini Analisis Wamenkumham

Rep: c75/ Red: Mansyur Faqih
Wamenkumham, Denny Indrayana
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Wamenkumham, Denny Indrayana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wamenkumham Denny Indrayana menjelaskan, presiden berhak mengeluarkan perppu saat ada kepentingan yang memaksa. Karenanya, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengeluarkan perppu terkait UU Pilkada dianggap hal yang wajar. 

secara regulasi, kata dia, ketentuan itu tercantum dalam pasal 22 UUD 1945. "Pasal 22 dijelaskan oleh putusan MK pada saat Perppu KPK. Kata MK, kegentingan yang memaksa itu subjektif presiden, objektifitasnya di tingkat DPR pada saat DPR melakukan persetujuan," katanya di Jakarta, Jumat (3/10).

Dalam putusan yang sama, kata dia, MK menyebut ada tiga parameter kegentingan yang memaksa. Yaitu hukum yang mendesak, kekosongan hukum dan ketidakpastian. "Tiga-tiganya ini setelah dianalisis, ada," katanya.

Ia menuturkan, menyangkut kebutuhan hukum yang mendesak adalah jika pilkada diubah maka belum ada aturan pelaksana. "KPU sudah ditanya aturan pelaksana sudah siap belum, karena Januari sudah ada pilkada. Jawabannya, belum siap," katanya.

Pada 2015, ujarnya, ada sekitar 204 pilkada. Sementara, untuk mewujudkan aturan pelaksana dianggap bukan hal mudah. 

Ditambah, pengambilan keputusan UU Pilkada di DPR yang diduga tidak memenuhi qourum menunjukan kalau undang-undang itu tidak sah. 

"UU pilkada tidak sah, maka aturan tentang pilkada yang mana? UU Pemda yang lama dicabut diganti UU Pemda baru. Sekarang mana aturan pemilihan kepala daerah? Gak ada, artinya kekosongan hukum," katanya.

Ia menuturkan jika Perppu tidak dikeluarkan maka KPU akan kesulitan untuk mencari aturan hukum. Ini karena aturan lama yang termuat dalam UU Pemda sudah dicabut. "Silakan kalau DPR mau menilai, itu hak DPR," katanya.

Menurutnya, perppu merupakan hak presiden untuk melihat ada kegentingan yang memaksa. "Itu subjektifitas presiden, giliran DPR nanti yang menilai," katanya.

Denny mengatakan, jika DPR menolak perppu yang dikeluarkan SBY, maka selanjutnya menjadi pekerjaan pemerintah baru. Yaitu, akan tetap mengubah UU Pilkada atau tidak. 

"Tapi yang jelas, presiden sudah mengambil langkah ini dengan pilkada langsung dengan perbaikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement