REPUBLIKA.CO.ID, Penolakan atas keputusan sidang paripurna DPR RI itu tak hanya di kalangan elit politik namun lebih dari itu, penolakan juga datang dari berbagai kalangan masyarakat yang menilai pemilihan kepala daerah melalui mekanisme di DPRD merupakan sebuah kemunduran demokrasi dan menghilangkan hak rakyat.
Ribuan komentar di media sosial yang menolak keputusan itu menjadi topik utama. Masih ketika berada di Washington DC sebelum bertolak menuju Kyoto, Jepang, Presiden memberikan respons keduanya mengenai perkembangan politik di tanah air.
"Kami juga merespons perkembangan situasi di tanah air. Saya harus berbicara terus terang di sini, kepada masyarakat Indonesia dalam dua hari terakhir dengan cara sendiri-sendiri menyimpulkan saya tidak sungguh-sungguh mendukung pilkada langsung, kemarahan ditimpakan kepada saya. Saya paham namun izinkan saya memberikan penjelasan tentang apa yang sesungguhnya terjadi," kata SBY dalam keterangan pers di Washington DC, Sabtu (27/9) pagi waktu setempat atau Sabtu malam waktu Jakarta.
Dikatakannya, sejak awal ia bersama Partai Demokrat mendukung proses pemilihan langsung, namun dengan adanya perbaikan untuk menghilangkan potensi politik uang, penyalahgunaan kekuasaan dan juga konflik horizontal antarmasyarakat.
"Setelah 10 tahun memimpin negeri ini mengetahui pilkada langsung yang dilaksanakan sekarang ini banyak eksesnya. Tidak mungkin dianggap tidak ada," katanya.
Ia menegaskan, "Saya juga harus menjaga ini amanah reformasi, rakyat jadi bagian, saya tidak terima kalau tiba-tiba yang memilih DPRD seperti sekarang."
SBY menegaskan Partai Demokrat memperjuangkan perbaikan pilkada langsung dengan 10 hal yang ditawarkan untuk mengurangi ekses negatif pelaksanaan pilkada.
"Bismillah, nanti saya akan berjuang bersama rakyat. Saya tidak lagi (melihat) dari partai manapun. Saya akan berjuang. Saya masih ingin pilkada langsung dengan perbaikan mendasar. Jangan dikira dari parpol yang ada tidak semua setuju dengan pilkada melalui DPRD," katanya.