Jumat 03 Oct 2014 09:38 WIB

Kalau Petani Makmur, Negara Kuat

Petani tebu di Kandat, Kabupaten, Kediri mengaku merugi karena rendahnya harga tebu.
Foto: Antara
Petani tebu di Kandat, Kabupaten, Kediri mengaku merugi karena rendahnya harga tebu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak yang memandang remeh pekerjaan petani dan nelayan. Padahal, petani dan nelayan  adalah 'pemilik utama' negeri ini. Sebab, faktanya, Indonesia adalah negara agraris dan maritim. Ironisnya, pemilik negeri ini, nasibnya selalu terpuruk. Bahkan, selalu terpinggirkan sampai ke ujung gelanggang pembangunan.

Mereka, para petani dan nelayan, selalu jadi penonton dari derap pembangunan. "Padahal, kalau petani makmur, negara pun kuat," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Benny Pasaribu kepada wartawan, Jumat (3/10).

Melihat kesejahteraan petani dan nelayan yang belum membaik, saran dia, maka pemerintah harus membela mereka. Baginya, petani harus dibela mati-matian, lantaran selama ini, nasibnya selalu diabaikan. Sebab itu, ia begitu geram, begitu praktik kartel di sektor pangan merajalela di negeri ini.

Ia pun dengan tegas menyatakan perang terhadap para pemain 'kartel pangan'. Hal yang sama juga berlaku pada nelayan. "Sekarang kelembagaan petani hancur atau sengaja dihancurkan, seperti koperasi, kelompok tani. Badan Urusan Logistik juga ikut dikerdilkan," kata pria yang akrab dipanggil Bang Ben itu.

Benny mengaku sejak lama ingin melaporkan masalah itu kepada Presiden SBY. Pasalnya, sepak terjang pemain kartel pangan kian mencemaskan. Bahkan, ketika ia masih aktif jadi penggawa utama di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), salah satu masalah yang coba dipangkasnya adalah persaingan usaha yang melemahkan para petani.

“Pada 2010 saya sudah melaporkan kepada Presiden SBY, kartel pangan ini sudah sangat berbahaya,” katanya. Petani, lanjut dia, selalu dalam posisi dilemahkan oleh proses persaingan usaha yang tak sehat. Para pemain kartel pangan, berperan banyak membuat para petani terpuruk. Bisa dikatakan, mereka biang keladi yang membuat petani selalu jadi penonton di tanahnya sendiri.

Benny bersyukur, respon SBY ketika itu positif. Bahkan SBY mengatakan kepada publik, bahwa KPPU telah terbukti mampu menjaga stabilitas harga pada tingkat yang wajar, seperti harga minyak goreng, semen, tarif pesawat terbang dan SMS, yang semula diduga diatur oleh kartel.

Bang Ben, mengaku sangat jengkel, saat musim tanam tiba, para petani justru kerap dihadapkan pada disituasi kelangkaan pupuk. Ia pun menenggarai kartel pangan ikut berperan terhadap masalah kelangkaan pupuk itu. "Sehingga mereka bisa seenaknya memainkan stok dan  harga pupuk," katanya.

Bang Ben, juga marah, kalau ada yang menilai para petani Indonesia tak pintar, udik, gagap pengetahuan dan tak produktif. Bahkan menurutnya, petani Indonesia itu tahan banting, meski nasibnya selalu dibanting keras. Petani Indonesia juga sangat produktif, dan profesional. Banyak dari petani di negeri ini yang kemampuannya cukup mengagumkan.

"Banyak dari para petani di Indonesia yang mampu mengidentifikasi jenis hama dan penyakit tanaman hanya dari penampilan fisik dan fisiologi tanaman. Itu tentu mengagumkan, jadi jangan anggap remeh petani kita," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement