REPUBLIKA.CO.ID, NUNUKAN -- Sebanyak 13 anak turut dideportasi pemerintah Kerajaan Malaysia bersama 155 warga negara Indonesia bermasalah melalui Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Surat serah terima warga negara Indonesia (WNI) bermasalah yang dideportasi dari Konsulat RI Tawau itu ditandatangani oleh Kepala Pos Unit Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Pelabuhan Internasional Tunon Taka Kabupaten Nunukan, Nasution di Nunukan, Kamis malam (2/10). Anak-anak yang turut deportasi itu terdiri dari tujuh laki-laki dan enam perempuan.
Roslina (35) asal Kabupaten Nunukan dideportasi bersama lima orang anaknya yang di antaranya masih balita. Ia mengaku tertangkap aparat kepolisian Kota Kinabalu Negeri Sabah, Malaysia karena paspor miliknya tidak berlaku lagi.
Perempuan yang telah beranak enam orang ini mengatakan, sehari-harinya menanam sayur mayur untuk dijual. Ia tertangkap di rumahnya ketika suaminya sedang berangkat bekerja di salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit.
"Saya ditangkap sama polisi di rumah. Sementara suamiku berangkat bekerja di kebun kelapa sawit. Makanya anak-anakku juga saya bawa ke penampungan," ujar dia ketika berada di Terminal Pelabuhan Internasional Tunon Taka Kabupaten Nunukan.
Ia mengatakan, akibat tidak memiliki paspor berada di Malaysia itu harus rela menjalani hukuman selama kurang lebih enam bulan di Pusat Tahanan Sementara (PTS) Kemanis Papar Kota Kinabalu.
Kelima anaknya itu terdiri dua laki-laki dan tiga perempuan termasuk satu anaknya yang masih bayi bersama-sama dalam penampungan selama sekitar enam bulan, hingga akhirnya dideportasi ke Kabupaten Nunukan.
Sedangkan anak tertuanya tidak tertangkap karena bersama-sama suaminya bekerja di perkebunan kelapa sawit. Ia mengatakan akan kembali ke Kota Kinabalu bekerja kembali dan berkumpul keluarga besarnya.
"Saya harus kembali ke Sabah (Malaysia) karena suami bekerja di sana bersama anak tertuaku," ucap dia sambil menyusui anaknya yang masih bayi.