REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim pemohon judicial review Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, Damian Agata Yuvens, mengklarifikasi pengajuan uji materi pernikahan beda agama. Ia menyatakan pengajuan tersebut bukanlah gerakan yang bertujuan untuk melegalisasi perkawinan beda agama.
Ia mengatakan, uji materi tidak berbicara tentang legislasi perkawinan beda agama. Melainkan, mengenai pemberian kepastian hukum bagi hak personal setiap warga negara. Baik untuk melangsungkan perkawinan maupun untuk berkeyakinan, agar tidak dihalangi negara.
"Kami ingin menjamin, bahwa setiap warga negara bisa menikah sesuai dengan kehendaknya dan negara bisa memfasilitasi. Judicial review ini bertujuan untuk menjamin agar pernikahan beda keyakinan bisa dicatatkan," ujar Damian, dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (30/9).
Ia menambahkan, permohonan dibuat tidak menjadikan legislasi sebagai targetnya. Namun ia meminta pemerintah, untuk mengakomodasi berbagai keyakinan di Indonesia.
Menurutnya, Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Namun menurutnya, pasal tersebut tidak menyatakan bahwa perkawinan beda agama ilegal. Meskipun di satu sisi, ujar dia, pasal juga tidak menyebutkan perkawinan beda agama legal. Di sanalah menurutnya, terdapat ketidakpastian hukum yang tengah diperjuangkan tim pemohon.