REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerah terus dikritik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali bersuara soal polemik UU Pilkada. Kali ini, lewat akun twitter @SBYudhoyono, Rabu (1/10) pagi, ia lagi-lagi melakukan pembelaan diri.
Setidaknya, ada 38 kicauan di lini masa akun itu dengan tanda *SBY*. Artinya, itu merupakan kicauan langsung dari SBY, bukan administrator akun.
SBY menyatakan, akan berupaya agar mekanisme pilkada lewat DPRD bisa dibatalkan. Ia pun memertimbangkan opsi untuk mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (perppu).
"Realitasnya, DPR telah tetapkan Pilkada oleh DPRD. Karenanya, saya tengah berupaya agar sistem Pilkada ini tidak diberlakukan," tulis dia.
Namun, ia tetap menilai kalau pilkada langsung yang selama ini berjalan memiliki banyak dampak buruk. Karenanya, ia pun tetap bersikeras agar 10 perbaikan yang diajukan Partai Demokrat atas mekanisme pemilihan langsung bisa diakomodasi dalam UU Pilkada yang baru.
"Saya juga tdk setuju jika Pilkada Langsung yg kita jalankan selama ini tdk ada perbaikan yg mendasar. Terbukti banyak penyimpangannya."
"Ada 10 Perbaikan Besar yg saya & PD usulkan, agar Pilkada Langsung kita makin berkualitas dan terbebas dari ekses buruk."
Dalam akun twitternya, ia kembali mengulang 10 usulan perbaikan tersebut. Yakni:
(1) Dgn uji publik, dpt dicegah Calon dgn integritas buruk & kemampuan rendah, tp maju krn hubungan keluarga semata dgn "incumbent".
(2) Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan, karena dirasakan terlalu besar.
(3) Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka, agar hemat biaya dan mencegah benturan antar massa.
(4) Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yg sering disalahgunakan. Tujuannya untuk mencegah korupsi.
(5) Melarang politik uang, tmsk serangan fajar & bayar parpol yang mengusung. Banyak yg korupsi utk tutup biaya pengeluaran spt ini.
(6) Melarang fitnah & kampanye hitam, karena bisa menyesatkan publik, sehingga perlu diberikan sanksi hukum.
(7) Melarang pelibatan aparat birokrasi. Banyak Calon yg menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas mereka.
(8) Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca Pilkada, karena yg terpilih merasa tidak didukung oleh aparat birokrasi itu.
(9) Menyelesaikan sengketa hasil Pilkada yg akuntabel, pasti & tdk berlarut-larut. Perlu pengawasan sendiri agar tdk terjadi korupsi.
(10) Mencegah kekerasan & menuntut tanggung jawab Calon atas kepatuhan hukum pendukungnya. Banyak kasus perusakan karena tidak puas.
"10 Perbaikan Besar itulah yg harus masuk dlm UU Pilkada yang baru. Yang melanggar mesti diberikan sanksi hukum yang tegas," tegas dia.