Rabu 01 Oct 2014 04:00 WIB
Perppu Pilkada

'Hukum Seperti Permainan bagi SBY'

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden SBY saat peresmian Museum Hakka di kawasan Anjungan Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (30/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden SBY saat peresmian Museum Hakka di kawasan Anjungan Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (30/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Pilkada. Langkah tersebut dinilai menunjukkan tidak seriusnya proses

legislasi dalam pembuatan UU.

“Itu menunjukkan bahwa proses legislasi kita permainan saja,” kata Pakar Hukum Tata Negara Oce Madril kepada Republika, Selasa (30/9) malam.

Oce juga menilai SBY telah mengacaukan tata legislasi di Indonesia. Ia mengaku heran dengan rencana penerbitan Perppu yang akan dilakukan Presiden. Penerbitan Perppu untuk membatalkan UU Pilkada yang baru saja disahkan dinilai tidak elok secara penyusunan Perundang-undangan apalagi tidak ada kegentingan.

Sebab, kata dia, pada dasarnya UU yang telah diparipurnakan adalah kesepakatan antara pemerintah dan DPR. “Kemarin diperdebatkan. Setelah disahkan, mau dibatalkan lewat Perppu. Walkout kemarin maksudnya

apa?,” ujar peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada itu.

Menurut Oce, jalan konstitusional untuk membatalkan Pilkada adalah melalui //judicial review// ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski demikian, kata dia, seluruh fraksi di DPR termasuk Demokrat tidak punya //legal standing//. Sebab mereka adalah pihak yang terlibat dalam proses legislasi.

“Yang boleh masyarakat, kalau anggota DPR itu namanya tidak ada fairness,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement