Selasa 30 Sep 2014 06:00 WIB

Fasli Jalal Segarkan Kembali Manfaat Kontrasepsi Jangka Panjang

-Kepala BKKBN , Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK
-Kepala BKKBN , Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala BKKBN , Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK mengingatkan pentingnya penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), seperti IUD, MOP, MOW dan Implant bagi Pasangan Usia Subur dalam merencanakan kelahiran di Indonesia. Harapan itu disampaikan Fasli menyambut Hari Kontrasepsi Sedunia Tahun 2014

"Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia diharapkan bisa menjadi momentum yang tepat untuk mengingatkan dan menyadarkan kembali semua pihak akan pentingnya kontrasepsi", ujar Kepala BKKBN.

Berdasarkan SDKI 2012, tingkat penggunaan kontrasepsi sebanyak 58 persen, namun tingkat pemakaian MKJP hanya 10,6 persen dari total penggunaan metode kontrasepsi modern. Selain itu, cakupan berKB perlu terus ditingkatkan.

Diingatkan Fasli bahwa kontrasepsi adalah salah satu alat yang efektif untuk mengatur kelahiran, jarak kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak diinginkan bagi pasangan usia subur, termasuk menjaga kesehatan reproduksi perempuan.

''Kontrasepsi juga merupakan kebutuhan utama keluarga dalam membentuk keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, untuk memantapkan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menekan laju pertumbuhan penduduk," katanya.

Sementara itu, Prof. Dr. dr. Biran Affandi, SpOG(K), FAMM, Ketua Asia Pacific Council on Contraception untuk Indonesia, salah satu pemrakarsa kampanye global WCD, mengatakan: pemakaian kontrasepsi seharusnya dilakukan melalui informed decision, dan setiap ibu harusnya memiliki kemampuan untuk memilih, mendapatkan dan mengakses segala macam metode kontrasepsi berkualitas.

Oleh karena itu edukasi masyarakat secara kontinu sangat penting, terutama kepada generasi muda. ''Terbukti juga kontrasepsi telah mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi, dimana Indonesia masih menduduki posisi teratas dalam hal angka kematian ibu dan bayi di ASEAN," katanya.  

Berdasarkan hasil SDKI 2012, angka kematian ibu mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Kematian perinatal tertinggi ditemui pada wanita yang melahirkan anak dengan selang kelahiran kurang dari 15 bulan (45 kematian per 1.000 kehamilan).

Dalam survei yang sama, lima tahun lalu, angka kematian ibu hanya 228 per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara itu menurut World Health Organization (WHO) angka kematian ibu tahun 2013 di Indonesia tertinggi (190 kematian per 100.000 kelahiran) dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand: 26, Malaysia: 29 dan Vietnam:494.

Ihwal advokasi penggunaan kontrasepsi, Ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Zaenal Abidin, MHKes, menghimbau seluruh dokter dapat menjadi sumber informasi yang akurat bagi masyarakat mengenai kontrasepsi.

Dokter diharapkan dapat mengadvokasi pentingnya keluarga berencana dalam praktik sehari-hari mereka sesuai dengan standard operational procedure (SOP), utamanya kepada pasien-pasien keluarga muda, dari sebelum menikah hingga berkeluarga.

Sedang Nurdadi Saleh, SpOG, Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI): berpendapat bahwa dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi memiliki peran yang sangat besar dalam penambahan dan penyebaran aseptor jangka panjang, sesuai program pemerintah saat ini.

''POGI juga memberikan pelatihan kepada anggotanya dalam melakukan Indonesia Advanced Labor dan Risk Management (IN-ALARM) tentang pemasangan IUD pasca bersalin. Program ini wajib dilakukan oleh obgyn setiap 5 tahun sekali sebagai prasyarat untuk mendapatkan rekomendasi izin praktik," kata Nurdadi.

Sementara itu Dr. Emi Nurjasmi,M.Kes, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengatakan pihaknya secara berkesinambungan mengadakan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para bidan dalam konseling dan edukasi tentang Program KB. "Agar perempuan di Indonesia dapat lebih memahami dan memilih kontrasepsi yang tepat sesuai dengan kebutuhan mereka,'' ujar Emi.

Kesehatan reproduksi yang buruk dapat mempengaruhi prospek ekonomi generasi berikutnya. Dampak yang paling ekstrim timbul ketika seorang wanita atau bayinya meninggal saat melahirkan, disamping itu kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi kesejahteraan dan pendidikan anak-anaknya.

Menurut data Asian Development Bank (ADB)2 saat ini populasi Indonesia tahun 2013 telah mencapai 248.83 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk tahunan sebesar 1,5 persen (2008-2013) dan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional sebesar 11,4 persen (2013). ADV

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement