REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wisata kuliner terbukti berkontribusi besar terhadap perekonomian negara berikut komunitas lokal di sekitar kawasan wisata berada.
"Berbagai data menunjukkan bahwa kontribusi wisata kuliner terhadap perekonomian berbagai negara di dunia sekitar 25 persen," kata Plt. Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenparekraf Dadang Rizki Ratman di Jakarta, Senin (29/9).
Ia mencontohkan, pada 2007 nilai wisata kuliner di Amerika Serikat sebesar 52 miliar dolar AS, di Kanada pada 2010 sekitar 9 miliar CDN. Untuk Indonesia, kontribusi sektor kuliner terhadap PDRB Indonesia tahun 2013 tak main-main karena bisa mencapai Rp209 triliun.
Menurut WFTA, industri wisata kuliner mencakup 20 segi luas yang dikategorikan dalam kelompok Food & Beverage (Restoran & jasa makanan minuman, Produsen & Distributor Makanan, Produsen & Distributor Minuman, Kursus dan Kelas memasak, Acara Kuliner, Pedagang & Toko Kuliner, Ladang dan Pasar Petani).
Selain itu Travel & Hospitality (Organisasi pemasaran destinasi wisata, Operator wisata kuliner, pemandu, paket dan agen perjalanan; Penginapan; Atraksi kuliner; Pertemuan dan Konvensi).
Selanjutnya juga Related Groups (Asosiasi & kelompok dagang, Mahasiswa dan peneliti, Media, Jasa profesional, platform teknologi, Pemerintah); serta Consumers (konsumen).
"Kemenparekraf sudah mencanangkan 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (IKTI) sebagai platform awal pengembangan kuliner Indonesia dengan tumpeng sebagai lokomotif penggeraknya," katanya.
Dalam waktu dekat ini kata dia Pemerintah akan mengeluarkan Cetak Biru Industri Kreatif, termasuk sub-sektor kuliner. Pihaknya berupaya mendongkrak kinerja bidang kuliner agar dapat meningkatkan jumlah kunjungan turis ke Indonesia, sekaligus meningkatkan penjualan dan pendapatan dari sektor pajak.
Di sisi lain wisata kuliner juga diharapkannya mampu menampilan keunggulan kompetitif baru serta bisa meningkatkan kepedulian komunitas terhadap pariwisata dan makanan-minuman unik di tempat mereka.