Senin 29 Sep 2014 17:07 WIB

Krisis Air Bersih Mengancam Jakarta

Rep: ita nina winarsih/ Red: Taufik Rachman
Instalasi pengolahan air bersih
Foto: Humas Palyja
Instalasi pengolahan air bersih

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Pekerja Umum (PU), melansir sejumlah wilayah di DKI Jakarta telah mengalami krisis air bersih selama kemarau ini. Wilayah tersebut, berada di Jakarta Utara. Krisis air bersih tersebut, akibat menurunnya air permukaan.

Wamen PU Achmad Hermanto Dardak, mengatakan, saat ini banyak sumur warga yang mengering. Akibat, cuaca panas. Cuaca panas ini, menyebabkan penguapan air terlalu cepat. Sehingga, air di dalam sumur jadi cepat mengering."Laporan sumur warga yang sudah kering baru di wilayah Jakut," ujarnya, kepada Republika, Senin (29/9).

Untuk mengantisipasi hal itu, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya. Seperti, antisipasi jangka pendek, yakni berkoordinasi dengan PDAM yang ada. Supaya, armada PDAM itu menyediakan air baku bagi masyarakat yang kesulitan.

Antisipasi jangka panjangnya, Kemen PU telah membangun sejumlah waduk di wilayah penyangga DKI. Seperti, di Banten dan Bogor. Saat ini, proyek pembangunan waduk di Banten sedang dalam proses tender. Sedangkan, yang di Bogor sudah mulai pengerjaan. Namun, belum beres.

"Waduk ini, nantinya akan berfungsi juga sebagai pengendali banjir dan penyedia air baku saat kemarau," ujarnya.

Untuk wilayah timurnya, Kemen PU sedang mendorong supaya kerja sama pipanisasi air dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jabar yang langsung ke Jakarta bisa terealisasi. Saat ini, proyek tersebut masih dalam tahap pembahasan antara Pemprov Jabar dan DKI serta PJT II Jatiluhur.

Kemudian, pihaknya juga telah melakukan normalisasi Sungai Ciliwung. Normalisasi itu, dilakukan di sepanjang 19 kilometer di wilayah hulu. Kemudian, 8,5 kilometer di wilayah hilir dari mulai pintu air Manggarai sampai pintu air Kapitol."Kami juga, sedang melakukan penelitian tentang aquifer," ujarnya.

Balitbang PU, lanjut Hermanto, sedang meneliti untuk aquifer di dua wilayah. Yakni, Pasar Minggu dan Sunter. Teknologi ini, digunakan untuk meminimalisasi air hujan yang terbuang percuma.

Hermanto menjelaskan, setiap musim hujan 80-90 persen air hujan akan langsung mengalir ke laut dengan sia-sia. Seharusnya, air tersebut bisa ditampung, untuk kemudian dimanfaatkan saat musim kemarau. "Saat ini, teknologi aquifer akan kita dorong untuk memanfaatkan air hujan supaya bisa jadi air baku masa depan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement