Ahad 28 Sep 2014 22:00 WIB

Buruh Muslimin Tolak RUU Pilkada

 Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggunakan topeng wajah kepala daerah yang menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9).
Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggunakan topeng wajah kepala daerah yang menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Buruh muslimin yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-SARBUMUSI) secara tegas menolak keputusan DPR terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Mereka juga siap melakukan gugatan "judicial review" ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sekjen K-SARBUMUSI Sukitman Sujatmiko, Ahad (28/9) menjelaskan, pihaknya sedang melakukan konsolidasi dengan elemen masyarakat sipil lainnya untuk melakukan gugatan "judicial review" ke MK. K-SARBUMUSI memiliki anggota resmi 125.000 buruh dan 8 federasi serikat buruh. Angka ini belum termasuk di Jawa Timur yang sedang dalam pendataan ulang.

"Kami akan mendaftarkan representasi kami dalam judicial review. Kalau terpaksa, kami akan turun ke jalan hingga aspirasi kami didengar oleh Presiden SBY dan para politisi di Senayan," ujar Sukitman.

Dia menegaskan, keputusan DPR untuk mengesahkan UU Pilkada melalui DPRD merupakan bentuk pengkhianatan perjuangan buruh. Keputusan tersebut akan melahirkan oligarki baru dengan kekuasaan DPRD semakin tidak terbatas dan rawan disalahgunakan. "Jangan memposisikan rakyat dan buruh hanya sebagai penonton dalam perhelatan politik. Pilkada adalah panggung politik rakyat, bukan bancakan elit oligarkis," katanya.

Sebelumnya, Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Waykanan di Provinsi Lampung mendukung penuh pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung karena merupakan manifestasi demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. "Pilkada melalui DPRD identik dengan 'perampokan' demokrasi yang semestinya dimiliki dan menjadi hak penuh rakyat," kata Ketua organisasi pemuda Nahdlatul Ulama (NU) ini, Supri Iswan.

"Kami tetap mengharapkan pilkada langsung karena belum tentu anggota legislatif mencerminkan kepentingan rakyat. Hal lain perlu diperhatikan juga adalah bagaimana kualitas anggota dewannya itu sendiri," kata Supri.

Pegiat perburuhan Nahdlatul Ulama (NU) Irham Saifuddin menambahkan, rekomendasi Munas Alim Ulama NU 2012 yang meminta peninjauan ulang atas pilkada langsung saat itu sangat meletakkan kedaulatan rakyat di atas segalanya, termasuk kedaulatan untuk memilih pemimpinnya secara langsung. "Namun saat itu banyak terjadi konflik sosial di akar rumput dan pemimpin yang tidak amanah. Sekarang kondisinya jauh berbeda. Pilkada langsung mulai membuahkan hasil yang positif. Lihatlah kepala-kepala daerah yang inspiratif, seperti Bu Risma di Surabaya, Kang Emil di Bandung, Azwar Anas di Banyuwangi, dan Kang Kholiq Arif di Wonosobo," ujar Irham lagi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement