REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan ia tidak melihat sikap yang serius mengenai pernyataan presiden SBY yang menginginkan pilkada langsung. Pasalnya, presidenlah yang mengajukan RUU pilkada yang di dalamnya berisi (klausul) pilkada tidak langsung.
"Jadi dimana nalarnya, saya dapat menilai tidak serius (presiden) mengatakan menghendaki pemilukada langsung. oleh karena dia tulis pemilukada melalui DPRD," ujarnya kepada Republika, Ahad (28/9).
Menurutnya, jika presiden mengatakan pilkada langsung maka hasil akhirnya akan berbeda. "Saya tidak percaya RUU yang dia ajukan dalam keadaan tidak sadar. Artinya dia menyadari apa yang dia lakukan dengan RUU yang diajukan. Saya berpendapat secara hukum dia menghendaki pilkada melalui DPRD," katanya.
Ia menuturkan dalam kedudukan konstitusional jika presiden tidak menandatangani maka tidak menjadi apa-apa. Menyangkut hak veto yang bisa dilakukan oleh presiden sehingga membuat UU Pilkada tidak berlaku. Menurutnya, hak veto itu salah total.
"Salah hak veto. salah total, tidak ada hak veto dalam sistem konstitusi. Presiden tidak memiliki hak veto. salah besar baca saja pasal 20 ayat 5 UUD 1945," katanya.