REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Produksi batu fosil kerajinan Banten telah mendunia karena permintaan pasar relatif tinggi.
"Permintaan konsumen batu fosil itu hampir seluruh dunia," kata petugas Promosi dan Kerja Sama Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Banten, Chandra di Serang, Sabtu (27/9).
Selama ini, kata dia, permintaan fosil untuk pasar mancanegara meningkat karena memiliki nilai seni tersendiri.
Kelebihan batu fosil Banten yaitu berasal dari aneka jenis pohon yang usianya berabad-abad tahun hingga menjadi bebatuan.
Bahkan, batu fosil pohon kampar dari Kabupaten Lebak, dijadikan koleksi di kantor kementerian kehutanan, Jakarta.
Karena itu, kata dia, tidak heran jika batu fosil Banten telah mendunia.
Para perajin menjual ke luar negeri melalui agen perusahaan eksportir di Jakarta. Ada juga warga asing langsung membeli dengan mendatangi lokasi kerajinan.
Ada juga beberapa kolektor dari negara tertentu, seperti Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Jepang yang memesan dengan pengiriman paket.
"Saya kira batu fosil Banten itu memiliki keunggulan, selain memiliki seni cukup tinggi juga warnanya sangat alami serta usianya berabad-abad," ujarnya.
Ia mengatakan, telah membina perajin batu fosil yang tersebar di Lebak, Pandeglang, Serang dan Tangerang.
Saat ini, jumlah pengusaha batu fosil tercatat 60 orang. Mereka pun terus meningkatkan produksi karena permintaan pasar dunia meningkat.
Namun, para pengusaha memasok batu fosil tidak dalam bahan baku karena adanya larangan dari pemerintah. Mereka memasok batu fosil itu berbentuk meubeler. Seperti kursi, meja dan peralatan rumah tangga.
Pemda pun terus mendorong perajin batu fosil agar berkembang dan bertahan. Juga agar dapat meningkatkan produksi karena bisa menyerap tenaga kerja lokal.
"Kami berharap perajin batu fosil Banten menjadikan andalan ekonomi masyarakat," katanya.
Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Herisnen mengatakan, saat ini tercatat ada 16 unit usaha dan nilai investasi sekitar R p15 miliar dengan produksi 4.125 ton per tahun.
Mereka tersebar di Kecamatan Sajira, Rangkasbitung, Cimarga, Maja, Cipanas dan Curugbitung.