REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pilkada lewat DPRD disebut akan mempersulit kesempatan calon independen untuk terpilih.
"Karena kemungkinan besar calon (kepala daerah) yang berpeluang terpilih adalah yang mayoritas didukung fraksi-fraksi di DPRD," kata pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia Sri Hastuti Puspitasari di Yogyakarta, Sabtu (27/9).
Memang, kata dia, ada klausul yang tetap memperkenankan calon independen (perorangan) masuk bursa calon kepala daerah. Namun kesempatan itu lebih kecil dibanding lewat pilkada langsung.
"Tentu saja partai-partai di DPRD, lebih memilih kader partainya dibanding menunjuk calon independen," kata dia.
Padahal, ujarnya, kehadiran calon independen dalam kontestasi pilkada merupakan bagian dari ruh pengejawantahan demokrasi di Indonesia.
Dengan mempersempit ruang calon independen, maka mekanisme pilkada melalui DPRD tak hanya meniadakan hak rakyat untuk memilih. Namun juga untuk dipilih.
"Bisa dikatakan nasib calon independen akan apes," kata dia.
Sebelum disahkan, pemerintah dan Panja RUU Pilkada menyepakati kalau calon independen tidak akan kehilangan kesempatan untuk mencalonkan diri meski mekanismenya lewat DPRD. Mereka tetap bisa mendaftar.
"Dalam dua draft yang kami siapkan, tetap ada calon independen. Pengaturannya persis seperti dulu, yang diatur dalam UU Nomor 12/2008," kata Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja.
Persyaratan pencalonan bagi peserta perorangan tetap sama. Yakni 6,5 persen dari jumlah penduduk di provinsi atau kabupaten/kota tersebut.