Jumat 26 Sep 2014 22:37 WIB

Pilkada Lewat DPRD Hindari Pembodohan

Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja (kanan) berjalan saat akan menyerahkan hasil pembahasan komisi II dalam sidang Paripurna di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/9). (Tahta Adilla/Republika).
Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja (kanan) berjalan saat akan menyerahkan hasil pembahasan komisi II dalam sidang Paripurna di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/9). (Tahta Adilla/Republika).

REPUBLIKA.CO.ID, KARIMUN -- Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Zainuddin Ahmad berpendapat pemilihan kepala daerah lewat DPRD menghindari pembodohan rakyat dengan praktik politik uang.

"Demokrasi memang di tangan rakyat, tapi kalau dicemari praktik politik uang sama saja sebuah bentuk pembodohan rakyat dalam berpolitik," katanya di Tanjung Balai Karimun, Jumat.

Zainuddin Ahmad mengatakan, praktik politik uang sudah bukan rahasia umum lagi kerap terjadi dalam setiap pelaksanaan pilkada secara langsung. Akibatnya, proses demokrasi diwarnai politik uang itu ia nilai telah gagal melahirkan kepala daerah yang bersih, jujur dan menghindari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Ia mencontohkan berapa banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi karena ditengarai berusaha untuk mengembalikan modal yang ia habiskan untuk memuluskan langkahnya menjadi kepala daerah, termasuk juga dengan menghalalkan politik uang.

"Sudah berapa banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, seolah-olah mereka tidak kapok-kapoknya meski KPK begitu getolnya menangkap tangan para kepala daerah karena kasus korupsi," kata dia.

Pria yang juga anggota DPRD Karimun itu menyambut positif pengesahan RUU Pilkada yang didalamnya memuat pilkada dikembalikan ke DPRD.

Ia menilai, keputusan rapat paripurna DPR mengesahkan pilkada lewat DPRD, meski berlangsung alot pada Jumat dinihari, sudah sesuai dengan UUD 1945.

Dalam UUD 45, menurut dia, disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokrasi dan tidak disebutkan dipilih oleh rakyat, kecuali pemilihan Presiden yang memang dipilih langsung oleh rakyat.

"Pilkada lewat DPRD selaras dengan sila ke-4 Pancasila yang menyebutkan bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, artinya demokrasi yang kita anut adalah demokrasi permusyawaratan, bukan demokrasi liberal," kata dia.

Ia juga mengatakan, dampak negatif pilkada langsung sangat luas, selain memberikan pembelajaran politik yang tidak sehat berbentuk politik uang juga memunculkan kelompok-kelompok yang ia sebut "tukang pakang" (calo-red) suara rakyat.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement