REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Bidang Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agatha Lily menyatakan lamanya waktu menonton tayangan televisi anak-anak di Indonesia ternyata melebihi waktu untuk belajarnya.
"Jumlah jam anak menonton, naik dari 35 sampai 46 jam dalam seminggu, bahkan kalau dikalkulasikan sampai 1.600 jam setahunnya. Ini kalau dibandingkan dengan jam belajar dia disekolah hanya 800 jam," kata Agatha Lily, di Kantor KPAI Jakarta Pusat, Jumat (26/9).
Data tentang lamanya waktu anak menonton tayangan televisi tersebut, kata Agatha, didapatkan oleh pihaknya dari dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA).
Ia mengatakan, idealnya dalam satu hari anak-anak hanya diperolehkan menonton tayangan televisi paling lama selama dua jam.
"Tapi yang terjadi di kita malah sebaliknya. Anak-anak bisa menghabiskan waktu empat sampai lima jam untuk menonton televisi. Dan ini bisa berbahaya," kata dia.
Jika anak-anak menghabiskan waktu sampai lima jam menonton televisi dalam seharinya, lanjutnya, maka hal tersebut akan berdampak negatif bagi tumbuh kembang anak.
"Anak-anak dalam masa pertumbuhan dia perlu berkomunikasi, banyak membaca dan pengenalan lingkungan," kata dia. Menurut dia, anak yang terlalu banyak menonton televisi maka akan malas bersosialisasi, tidak bersimpati terhadap orang di sekitar dan lain-lain.
Bahkan anak akan menjadi lebih agresif dalam berperilaku jika banyak menonton tayangan-tayangan berbau kekerasan fisik. "Lama kelamaan, anak-anak menonton adegan mencekik, menendang, memukul itu akan dianggap biasa," kata dia. Oleh karena itu, peran serta keluarga menjadi penting agar hal pengawasan ketika anaknya menonton tayangan televisi.