Jumat 26 Sep 2014 18:36 WIB

Demokrat Bermain Drama dalam Paripurna RUU Pilkada

Kerumunan anggota DPR mencoba melakukan lobi-lobi saat sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/9).(Republika/ Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Kerumunan anggota DPR mencoba melakukan lobi-lobi saat sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/9).(Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat, apapun sikap politk Partai Demokrat dalam paripurna RUU Pilkada, tetap memberikan konsekuensi politis di mata publik bahwa Demokrat sedang memainkan politik "dramaturgi" atau sekadar menunjukan sikap politik yang elegan.

"Partai Demokrat sedang melakukan politik 'dramaturgi', dan sejak awal saya sudah ingatkan bahwa sikap Partai Demokrat mendukung pilkada langsung hanya taktik untuk menarik simpati publik. Tidak sungguh-sungguh," kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat, terkait posisi Partai Demokrat yang sebelumnya mendukung pilkada langsung tetapi menjelang putusan, memilih meninggalkan ruang sidang.

Jika pada akhirnya harus voting di paripurna, maka partai Demokrat tetap menjadi penting dalam konstalasi politik di Senayan.

Dia mengatakan, dengan posisi yang demikian, maka dua kelompok akan merespon dengan melakukan lobi politik yang intens untuk menarik gerbong Demokrat sebagai bagian dari kelompok kepentingan politik ke depan.

Dia menambahkan, dinamika dan eskalasi di parlemen merupakan lanjutan dari afiliasi politik pilpres, sehingga tergambar polarisasi parpol pendukung dan kontra merupakan rivalitas.

"Jadi agenda kepentingan UU Pilkada lebih mengedepankan eksistensi rivalitas politik Pilpres 9 Juli 2014. Bukan murni untuk memperbaiki kepentingan demokrasi bangsa ini," tukasnya.

Dalam konteks ini maka masuknya Demokrat di antara salah satu dari dua kelompok akan memperkuat polorisasi di parlemen.

Sungguhpun begitu kata dia, tapi secara prinsipil politis Demokrat harus menentukan pilihan, tanpa harus abstain.

"Ini sebetulnya posisi riskan dan dilematis yang sedang dihadapi oleh Partai Demokrat, sehingga walaupun sebagai penentu justru sekaligus dukungannya memperkuat kristalisasi polarisasi politik yang ada ke depan," ujarnya.

Karena itu, bagi dia, apapun sikap politk Demokrat tetap memberikan konsekuensi politis di mata publik bahwa Demokrat sedang memainkan politik dramaturgi atau sekadar menunjukan sikap politik yang elegan, tandasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement