Kamis 25 Sep 2014 08:25 WIB

Presiden: Cegah Radikalisme dengan Cara Tepat

Presiden SBY saat peresmian Museum Hakka di kawasan Anjungan Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (30/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden SBY saat peresmian Museum Hakka di kawasan Anjungan Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (30/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan Indonesia memiliki sikap untuk melakukan pencegahan aksi terorisme dan radikalisasi dengan cara yang tepat sehingga tidak menambah kuatnya pengaruh paham-paham tersebut.

"Pidato saya membahas perdamaian dan keamanan internasional. Indonesia akan terus berkontribusi dan lebih penting lagi bagi bangsa Indonesia menghadapi gerakan terorisme melalui pencegahan," kata Presiden setelah mengikuti rangkaian kegiatan yang terkait dengan sidang tahunan PBB di Markas Besar PBB New York, Rabu (24/9) sore atau Kamis (25/9) waktu Jakarta.

"Jadi Indonesia miliki pandangan dan posisi tersendiri. Kita pahami dunia bekerjasama atasi gangguan keamanan di banyak tempat dan Indonesia memilih mengatasi kekerasan di negeri sendiri," kata Presiden.

Ditambahkannya, "Merupakan hal yang penting bila semua negara mementingkan keamanan dalam negeri sehingga seluruh dunia akan lebih aman dan damai."

Pertemuan tahunan PBB kali ini, kata Presiden, berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Kali ini setidaknya diwarnai oleh sejumlah isu penting antara lain iklim, keamanan internasional dan juga di bidang kesejahteraan menyangkut program post MDG's 2015.

Sebelumnyam Presiden Yudhoyono mengatakan penyelesaian masalah Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) maupun gangguan teror di manapun harus dilakukan secara menyeluruh dan tepat sehingga dapat efektif.

"Dengan kompleksitas konflik di seluruh dunia, solusi yang hanya menyandarkan pada pendekatan militer saja biasanya tidak akan memperbaiki situasi," kata Presiden saat menyampaikan kuliah umum di hadapan 1.000 kadet Akademi Militer Amerika Serikat di West Point, Senin siang waktu setempat atau Selasa dini hari waktu Jakarta.

Presiden mengatakan penyelesaian komprehensif harus dijalankan antara lain dengan pendekatan politik dan solusi lainnya.

"Misalnya untuk menghadapi tantangan ISIS di Timur Tengah dan aksi terorisme di sudut mana pun di dunia ini, saya percaya bisa dilakukan dengan multi pendekatan," katanya.

Kepala Negara menambahkan, "Untuk bisa menghadapi kesulitan dan situasi yang rumit, kita juga harus mengaplikasikan 'soft power' atau kekuatan yang cerdas dalam berbagai bentuk."

Presiden memberi contoh ISIS bisa saja dikalahkan secara militer namun juga harus dilakukan langkah-langkah untuk memastikan agar generasi mendatang tidak lagi menganut paham yang sama.

"Ini bukan hanya tugas dari militer, namun juga tugas politisi, diplomat, pemimpin agama dan juga kalangan masyarakat sipil. Di Indonesia, sebagai contoh untuk menghadapi terorisme, kami melakukan pendekatan deradikalisasi antara lain memberdayakan pemimpin agama untuk melawan pengaruh ekstrim," paparnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement