Rabu 24 Sep 2014 18:12 WIB

Miris, Ganti Rugi Lapindo Bebani Anggaran Negara Rp 781 Miliar

Rep: C88/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
1-3.  Sejumlah korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria melakukan aksi teatrikal di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/5). (Republika/Adhi Wicaksono).
1-3. Sejumlah korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria melakukan aksi teatrikal di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/5). (Republika/Adhi Wicaksono).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Pemerintah akan membayar ganti rugi para korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, keputusan itu merupakan hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pada Rabu (24/9) yang didasarkan pada keputusan MK.

Ia melanjutkan, putusan ini disepakati karena PT Minarak Lapindo Brantas tidak sanggup melunasi kewajibannya. Perusahaan milik Bakrie ini mengaku kondisi keuangan perusahaan tidak memungkinkan untuk membayar ganti rugi para korban.

"Putusan MK memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah Lapindo," kata Djoko pada Rabu (24/9) di Jakarta.

Djoko menuturkan sisa ganti rugi yang belum dibayarkan oleh perusahaan mencapai 25 persen dari luas tanah yang harus diganti. Nilai ganti rugi itu diperkirakan sebesar Rp 781 miliar. Anggaran tersebut, imbuhnya, akan dimasukkan ke dalam anggaran Kementerian PU tahun anggaran 2015.

Tetapi Djoko menegaskan bahwa keputusan ini masih harus mendapatkan persetujuan dari Presiden dan DPR. Hasil rapat ini akan dilaporkan kepada presiden saat sidang kabinet nanti agar dapat diselesaikan secepatnya.

Meski demikian, ia mengatakan keputusan ini akan disampaikan ke Gubernur Jawa Timur dan Bupati Sidoarjo secepatnya. Dengan demikian keputusan segera dapat disosialisasikan ke masyarakat. Sosialisasi bertujuan agar masyarakat tidak lagi menghalangi saat BPLS melakukan penutupan lubang kebocoran lumpur akibat pengeboran Lapindo.

"Yang penting keputusan politik dan kebijakan dituntaskan dulu,nanti yang sifatnya teknis itu

selanjutnya," ungkap dia.

Djoko menjelaskan hasil rapat dengan BPLS menghasilkan dua alternatif. Pertama, pemerintah terlebih dulu memberikan talangan untuk selanjutnya pihak Lapindo membayar ke pemerintah. Tetapi proses itu dipandang terlalu berbelit-belit karena harus melalui rapat-rapat dengan DPR. Proses tersebut dikhawatirkan terlalu berlarut-larut  dan harus melalui banyak aturan.

Alternatif kedua, sisa yang belum dibayar oleh Lapindo akan dibayarkan oleh pemerintah. Sehingga, nantinya luas area yang terdampak sebesar 600-an hektar akan menjadi milik pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement