REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menghadapi satu tantangan berat demi menyeimbangkan stabilitas fiskal.
Pengamat energi WS Wirjawan mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga level tertentu menjadi satu kebijakan paling berat yang harus diambil.
Menurut dia, menaikkan harga mutlak dan merupakan obat mujarab untuk mengurangi konsumsi BBM. Kebijakan ini akan ikut menurunkan beban subsidi BBM pada APBN.
"Subsidi bisa menjadi lebih tepat sasaran dan hanya diberikan kepada bidang-bidang produktif rakyat," kata Wirjawan yang juga mantan deputi pengendalian finansial BP Migas, Rabu (24/9).
Berapa besaran kenaikan harganya, dia tidak merinci lebih detail. Yang terpenting, tegas Wirjawan, kenaikan harga BBM itu bisa mengurangi beban subsidi secara signifikan. Subsidi BBM di bawah Rp 100 triliun jauh lebih baik dibandingkan di atas Rp 200 triliun seperti sekarang.
Kenaikan harga BBM, kata Wirjawan, memungkinkan pemerintah merancang dan mengimplementasikan dengan segera sistem transportasi publik yang terintegrasi dan nyaman. Dampak lainnya, revitalisasi program konversi. Yaitu melalui program konversi BBM ke BBG, dan program konversi dari BBM ke energi terbarukan misalnya biodiesel dan bioethanol.
Wirjawan menambahkan, sistem pengadaan dan distribusi energi yang bisa mengurangi praktik mafia energi akan mudah dijalankan. Jadi, kenaikan harga BBM tidak hanya meringankan beban fiskal negara tetapi juga mampu memberikan efek positif pada sektor lain.