Selasa 23 Sep 2014 22:39 WIB

Bentrok TNI-Polri Karena Prajurit tak Sejahtera

Rep: C91/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
anglima TNI Jendral TNI Moeldoko memeriksa kesiapan prajurit TNI saat Apel Kesiapan pasukan latihan gabungan 2014 di Lapangan Kolinlanmil Tanjung Priok, Ahad (25/5).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
anglima TNI Jendral TNI Moeldoko memeriksa kesiapan prajurit TNI saat Apel Kesiapan pasukan latihan gabungan 2014 di Lapangan Kolinlanmil Tanjung Priok, Ahad (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Kurang Kesejahteraan Prajurit, Merupakan Faktor Utama Bentrokan antara Polisi dan TNI

JAKARTA -- Bentrok antara polisi dan TNI masih terus terjadi. Pengamat Militer dari Universitas Padjajaran, Muradi, menyebutkan, sejak tahun 1999 hingga 2014, terdapat hampir 200 kali bentrokan antara dua lembaga aparat keamanan itu.

Menurutnya, ada tiga faktor utama yang membuat bentrok antara polisi dan TNI terus terjadi. Pertama, menyangkut jiwa korsa. "Pasca pemisahan polisi dan TNI, terdapat perasaan 'keakuan' yang sangat luar biasa," ujar Muradi, saat dihubungi, Selasa, (23/9).

Ia menambahkan, kuncinya sekarang ada di polisi, karena sebelum reformasi, TNI lebih kaya atau berpengaruh. Hanya saja kini sebaliknya, polisi lebih kaya dibandingkan TNI.

Faktor kedua, menyangkut tali uang atau akses ekonomi. Muradi menjelaskan, sekarang polisi juga memonopoli akses bisnis. "Misalnya seperti kasus di Batam kemarin, tentang penimbunan BBM, keduanya terlibat, namun polisi tampak lebih menguasai," jelasnya.

kemudian faktor ketiga, berkaitan dengan inferioritas atau sikap rendah diri, terutama secara ekonomi. Ia mencontohkan, di Kabupaten garut mobil dinas Polres bermodel Sport Ranger, sedangkan TNI hanya Panther, sehingga ada kesenjangan keduanya pasca pemisahan.

Bahkan anggaran TNI hanya sebesar Rp 87 triliun per tahun, dan dibagi lima, untuk Markas Besar TNI, Kemhan, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Angkatan Darat. Sedangkan anggaran polisi, meski cuma Rp 47 triliun, tetap tak perlu dibagi ke lembaga lainnya.

"Sebenarnya anggaran untuk keduanya masih kurang, negara belum bisa menyejahterakan para prajurit atau pun personil polisi," katanya. Muradi mengungkapkan, penyebab utama bentrok polisi dan TNI sebenarnya terjadi, karena negara.

Ia menjelaskan, gaji TNI dan Polisi paling rendah sebesar Rp 3,2 juta, padahal idealnya Rp 7,8-8,5 juta per bulan. Ketua Pusat Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran ini berpendapat, anggaran dan gaji yang tak memadai dari negara mendorong Polisi dan TNI untuk mendapatkan uang secara ilegal, dan menyebabkan bentrok keduanya kerap terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement