REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tim transisi diminta tidak membohongi presiden terpilih Joko Widodo dengan mengeluarkan pernyataan bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) bukan merupakan hak konstitusional rakyat. Permintaan itu disampaikan pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng.
"Karena pernyataan semacam itu akan menjatuhkan popularitas Jokowi di mata pendukungnya," cetus Salamuddin di Jakarta, Selasa (23/9).
Dia menyarankan, agar Tim transisi fokus memberikan masukan dan usulan yang benar terkait permasalahan BBM. Tim transisi harusnya membuka akar masalah dari carut marutnya ketersediaan dan harga BBM dalam negeri.
"Tim transisi tidak perlu menutup nutupi bahwa krisis BBM nasional sesungguhnya karena penjarahan atau pencurian yang dilakukan oleh kartel internasional, sindikat bisnis dan mafia dalam kekuasaan," bebernya.
Dipaparkan Salamuddin, penjarahan berlangsung hampir di seluruh rantai suplay pengelolaan dan penyediaan BBM nasional, khususnya di sektor hulu dan hilir. Sehingga ke depan pemerintahan Jokowi-JK dapat secara efektif mengatasi sumber kebocoran kekayaan nasional yang nilainya mencapai ribuan triliun.
Bukannya, sambung Salamuddin mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM. Karena kebijakan pencabutan subsidi dan kenaikan harga BBM adalah keinginan kartel internasional, sindikat bisnis dalam rangka memaksimalkan keuntungan mereka. Menurutnya statemen tim transisi terkesan menutup nutupi masalah sesungguhnya.
"Rakyat curiga, jangan jangan tim transisi bekerja untuk para cukong yang hendak mendominasi agenda dan program pemerintahan Jokowi ke depan," ucap dia.
Karena itu, Jokowi harus menertibkan tim transisinya yang tidak paham, tidak mau belajar dan tidak tunduk pada amanat konstitusi dan cita cita Trisakti. "Sebagaimana yang hendak dijalankan pemerintahan ini dalam janji janjinya, " kata dia mengakhiri.