REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Almarhum mantan Presiden Soeharto memiliki cara tersendiri dalam merekrut menterinya. Salah satunya adalah dengan meminta bantuan intelijen. Tujuannya adalah menelisik track record para calon pembantunya tersebut.
Demikian diungkapkan mantan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) Sarwono Kusumaatmadha dalam Diskusi Publik 'Strategi Mencapai Efektivitas dan Efisiensi Pemerintahan Jokowi-JK' di Hotel Haris, Jakarta, Selasa, (23/9).
"Pak Soeharto memiliki cara berbeda dalam menyaring orang, yaitu dengan laporan intelijen," katanya.
Laporan tersebut, Sarwono menyatakan, sangat akurat. Sebab, ia mengaku pernah melihatnya secara langsung. Baginya, cara tersebut digunakan, demi mencari orang terbaik.
Ia juga menjelaskan, terlepas dari masalah lainnya, sistem pengawasan menteri di rezim Soeharto menurutnya bagus.
"Semua menteri diberi waktu sebulan sekali, untuk bertemu beliau, lalu laporan yang sudah kita kasih sebelumnya sudah dicek, dilipat, dan distabilo, setelah itu kita bisa berdiskusi habis-habisan dengan Presiden," tuturnya.
Karena itu, Sarwono mengharapkan, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dapat lebih baik lagi memilih para calon menterinya. Apalagi, dengan menggunakan metode yang lebih transparan.
Sarwono menambahkan, menteri yang akan duduk di kabnet Jokowi-JK mendatang harus kreatif, penuh inovasi, dan tak cepat menyerah.
Jokowi-JK, kini tengah sibuk menyeleksi pejabat yang akan duduk di kursi kementerian dalam pemerintahannya. Kabarnya, terdapat 2800 daftar nama calon menteri, namun sekarang sudah terpilih 200 nama. Selanjutnya, akan dikerucutkan lagi menjadi 34 nama.