Selasa 23 Sep 2014 21:12 WIB

Sebut Opsi Ketiga, PDIP Minta Demokrat Jangan Mencla-Mencle

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
 Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggunakan topeng wajah kepala daerah yang menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9).
Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggunakan topeng wajah kepala daerah yang menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi PDIP Arif Wibowo meminta Fraksi Partai Demokrat tidak setengah hati mendukung pilkada langsung. Opsi ketiga yang diajukan Partai Demokrat dinilai malah membuat dukungan terhadap opsi pilkada langsung menjadi tidak konsisten.

"Kami berharap Demokrat tidak setengah hati. Totalitas kalau mau memberikan dukungan," kata Arif usai rapat sinkronisasi RUU Pilkada di Hotel Arya Duta, Jakarta, Selasa (23/9).

Sikap Partai Demokrat menjadikan 10 syarat yang diajukan jika mekanisme langsung dipilih dinilai memang langkah yang baik. Namun, jika semua syarat tidak terpenuhi, Partai Demokrat menjadikan sikap fraksinya sebagai opsi ketiga dalam pengambilan keputusan.

Dalam rancangan pilkada langsung yang disusun panja, menurut Arif,  apa yang diminta Partai Demokrat sudah diakomodasi. Meski ada beberapa hal yang tidak sama persis seperti diajukan Partai Demokrat.

 

Pada rapat tim perumus pada Senin (22/9) kemarin, sikap akhir dari setiap pemangku kepentingan melahirkan opsi tambahan. Anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengatakan, setidaknya ada tiga poin yang mereka nilai belum diakomodir dalam RUU Pilkada.

Pertama, permintaan Demokrat agar panitia uji publik bisa melahirkan keputusan final setelah melakukan penilaian terhadap calon kepala daerah. Panitia uji publik tidak hanya sekedar melakukan penilaian, tetapi bisa memutuskan calon tertentu layak lolos sebagai calon kepala daerah atau tidak.

Syarat kedua yang dinilai belum diakomodasi, lanjut Umam, menyangkut konflik akibat pilkada langsung. Hal tersebut sesuai aspirasi  yang disampaikan organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah.

"Kami ingin memastikan, kalau pilkada rusuh siapa yang bertanggungjawab. Kami minta, calon kepala daerah yang bertanggungjawab, dia didiskualifikasi," kata dia.

Syarat ketiga yang dinilai Demokrat belum dipenuhi, menyangkut efisiensi anggaran. Pilkada serentak yang ditawarkan Kemendagri dianggap tidak mampu menekan anggaran.

"Kami mau ada pembatasan yang fix. Kalau langsung hanya boleh dikeluarkan sekian rupiah, kalau DPRD juga ada patokannya. Kita masih memperjuangkan untuk jadi opsi ketiga," ungkap Umam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement