Selasa 23 Sep 2014 18:10 WIB

Nelayan Belum Siap Hadapi MEA 2015

Nelayan
Foto: Republika/ Wihdan
Nelayan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nelayan tradisional dinilai belum siap melakukan persaingan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 1 Januari 2015. Hal ini diungkapkan Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara, Selamet Daroyni di Jakarta, Selasa (23/9).

"Nelayan tradisional belum mampu bersaing karena keterbatasan sumber daya manusia, alat tangkap ikan yang masih tradisional seiring masih kurangnya perhatian pemerintah," kata Selamet Daroyni.

Ia menjelaskan salah satu produk kebijakan yang akan diberlakukan di ASEAN, khususnya sektor perikanan yaitu sertifikasi produk perikanan budidaya, jaminan mutu dan keamanan pangan dan lainnya.

"Jika pemberlakuan MEA ini dipaksakan, maka perekonomian nelayan dan pembudidaya akan semakin terpuruk dan hanya menjadi penonton, pekerja di perusahaan perikanan milik asing," ujarnya.

Ia mengatakan sekitar 4,5 juta pembudaya ikan dan 2,3 juta jiwa nelayan harus harus bersaing dengan pelaku pasar tunggal ASEAN atau MEA yang memiliki peralatan tangkap ikan, berteknologi, sumber daya manusia yang baik dan didukung permodalan usaha yang memadai.

"Saya kira nelayan dan pembudidaya ikan belum siap bersaing dan pemerintah bertanggungjawab karena saat pertama kali dicanangkan MEA ini, pemerintah seharusnya lebih serius mempersiapkan infrastruktur, SDM dan menyosialisasikan kepada masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), atau salah satu mempersiapkan pembudidaya ikan dan nelayan menghadapi persaingan golabal.

Namun ironisnya, CBIB ini tidak membedakan antara korporasi pertambakan yang menerapkan sistem contract farming, seperti terjadi di pertambakan udang Bumi Dipasena saat bermitra dengan PT Aruna Wijaya Sakti dari Central Proteina Prima.

Menyamakan perlakuan antara petambak skala besar atau industri dengan petambak tradisional, sehingga mendiskriminasikan petambak tradisional ini.

Selain pembedaan perlakukan, CBIB juga tidak membedakan antara petambak mandiri dan tradisional dengan budidaya yang dilakukan oleh korporasi, karena adanya perbedaan dalam permodalan, teknologi, informasi dan pengetahuan petambak skala kecil yang mengakibatkan mereka tidak bisa bersaing dengan petambak skala besar.

"Tidak menutup kemungkinan aturan ini akan mematikan usaha budidaya tradisional dan tujuan untuk mensejahterakan para nelayan dan pembudidaya tidak tercapai," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement