Selasa 23 Sep 2014 14:33 WIB

Jokowi-JK Diharapkan Tegas Terkait 'Outsourcing'

Jokowi JK
Jokowi JK

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Program penghapusan pekerja "outsourching" menunggu Jokowi-Jusuf Kalla pada awal masa kepemimpinanya dalam pembehanan sektor ketenagakerajaan, kata Direktur Lembaga Manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi (LMFE) Unpad Bandung, Aldrin Herwani di Bandung, Selasa.

"Pekerja outsourching merupakan permasalahan ketenagakerjaan serius yang harus segera dihapuskan, status mereka harus jadi karyawan. Pemerintahan Jokowi-JK harus bisa tegas memenuhi janji kampanye mereka terkait outsourching," kata Aldrin Herwani.

Ia menyebutkan, kehadiran sistem outsourching membuat sistem ketenagakerjaan di Indonesia menjadikan pekerja tidak memiliki posisi tawar dan memiliki sejumlah kelemahan yang cukup riskan terhadap sistem ketenagakerjaan.

Menurut dia, adanya outsourching dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang telah "establish" untuk bisa mendapatkan pekerja dengan upah murah.

"Mungkin penghapusan oursourching tidak bisa dilakukan dalam seratus hari pertama pemerintahan Jokowi-JK, namun minimal dalam setahun harus sudah ada kejelasan penghapusan outsourching karena jelas membuat iklim ketenagakerjaan tidak kondusif," katanya.

Menurut Aldrin, siapapun sosok menteri tenaga kerja yang akan mengawal ketenagakerjaan di Indonesia, ia optimistis pemerintahan Jokowi-JK memiliki komitmen untuk pekerja outsourching.

"Keberanian penghapusan sistem outsourching sangat ditunggu pekerja di Indonesia yang menunggu realisasi janji kampanye keduanya," kata Aldrin.

Lebih lanjut, Aldrin menyebutkan sistem outsourching bila tetap dibiarkan akan memberikan dampak negatif terhadap daya saing tenaga kerja di Indonesia.

"Bayangkan saja selain perusahaan swasta, BUMN juga memanfaatkan outsourching. Itu jelas sangat memprihatinkan, terlebih untuk sektor perbankan jelas sangat riskan dan rawan," katanya.

Ia mencontohkan, resiko besar bagi perbankan yang saat ini menggunakan outsourching yakni bisa "lari" atau pindah kerja dengan membawa data dari tempat kerja terdahulu. Akibatnya bisa berdampak pembajakan pekerja perbankan dengan memanfaatkan celah outsourcghing.

"BUMN harus memberi contoh, tidak mempekerjakan outsourching. Terutama perbankan, karena sangat riskan. Saya tak habis fikir kok perbankan cenderung enjoi dengan sistem outsourchhing," kata Aldrin Herwani.

Hal sejada juga diungkapkan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung Acuviarta Kurtubi yang menyebutkan penghapusan sistem kerja outsourching merupakan yang ditunggu dari pemerintahan Jokowi-JK.

"Kami menunggu gebrakan dan tim dari pemerintahan Jokowi-JK. Sejauh mana start yang bisa dilakukannya, termasuk kebijakan terkait outsourching," kata Acuviarta menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement