REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti Core, Mohammad Faisal, memaparkan pendapatnya seputar ideologi kerakyatan yang harus menjadi acuan Jokowi menentukan kabinetnya. Seperti apakah ideologi kerakyatan. berikut petikan wawancara Mohammad Faisal, kepada Republika.
Beberapa pengamat, masih mempertanyakan ideologi kerakyatan seperti apa yang dimaksud? Lalu ideologi kerakayatan bagaimana yang tepat?
Jadi pertimbangannya atau kriteria utamanya adalah, setiap kebijakan atau pola berpikir dalam pengambilan kebijakan itu tak hanya semata berpikiran, tentang bagaimana mencapai kinerja ekonomi secara keseluruhan yang tinggi . Dengan kata lain, tak hanya berpikir tentang keuntungan pertumbuhan tinggi tetapi juga bagaimana dampaknya bagi masyarakat kecil, dan bagaimana kebijakan ekonomi.
Misalnya saja, ingin menciptakan iklim bisnis yang baik, kemudian mengundang atau menarik investor dari luar. Maka bukan hanya itu saja, namun harus memikirkan bagaimana investasi tadi bisa dirasakan masyarakat menengah ke bawah. Lebih tepatnya kebijakan harus dirasakan oleh golongan menengah ke bawah, jangan hanya dirasakan golongan menengah ke atas.
Apakah ideologi kerakyatan berarti anti asing?
Orang sering mendualismekan atau mendikotomikan bahwa, ekonomi kerakyatan berarti anti asing atau kalau tidak anti asing, berarti dia tidak ekonomi kerakyatan. Itu dua dikotomi yang tdk perlu ada seharusnya. Bila kita menjalankan ekonomi kerakyatan, ketika memiliki fokus atau concern yg tinggi terhadap golongan menengah ke bawah, terhadap msyarakat yang miskin dan UKM. Bukan berarti kita menolak segala sesuatu yg datang dari luar atau investor dari luar, tp kita juga bisa mengarahkan kebijakan itu sedemikian rupa, jadi investor tetap nyaman dan masyarakat kecil tetap terbantu.
Bagaimana rekomendasi Anda terhadap pemerintahan Jokowi yang ingin mengadopsi menteri berideologi kerakyatan?
Rekomendasi saya terhadap pmerintahan Jokowi, saya pikir beliau harus konsisten saja. Bila Jokowi memang ingin menyusun mewujudkan profesional maka dia harus konsisten dengan apa yang dilakukan. Jadi bukan sekedar omongan di publik, namun konsistensi yang penting.