Senin 22 Sep 2014 08:19 WIB

Perbaiki Pilkada Langsung, Bawaslu Disarankan Jadi Pengadilan Pemilu

Rep: Ira Sasmita/ Red: Bayu Hermawan
Refly Harun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Refly Harun mengatakan rangkaian ekses negatif pada pelaksanaan Pilkada langsung, tidak terlepas dari lemahnya upaya penegakan hukum.

Praktik politik uang yang menyebabkan Pilkada berbiaya tinggi, menurutnya juga dipicu karena pelaku politik uang tidak pernah benar-benar dijatuhi hukuman berat.

Karena itu, Refly menyarankan untuk memperbaiki proses dan kualitas Pilkada langsung dilakukan penguatan penegakan hukum.

Salah satu caranya adalah melalui penguatan fungsi dan keberadaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pelanggaran seperti politik uang, penggunaan fasilitas publik, politisasi birokrasi menurutnya dimasukkan dalam kategori pelanggaran pemilu berat.

"Sidang sengketanya jangan di pengadilan karena biasanya proses berbelit dan hilang di tengah jalan. Dari sisi penyelenggaraan pemilu, perannya diambil Bawaslu," kata Direktur Eksekutif Constitutional & Electoral Reform Centre (CORRECT), di Jakarta, Senin (22/9).

Pakar Hukum Tata Negara itu melanjutkan, Bawaslu selama ini memiliki tiga fungsi, yakni pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa. Untuk desain Pilkada langsung yang lebih baik, fungsi pengawasan bisa diberikan kepada masyarakat, pengawas pemilu, dan peserta pemilu.

Kemudian, fungsi penanganan pelanggaran langsung ditangani sesuai jenis pelanggaran. Misalnya pelanggaran pidana ditangani polisi, administrasi langsung ditangani KPU, dan kode etik ke DKPP.

"Pelanggaran pemilu berat seperti politik uang langsung dilaporkan ke Bawaslu untuk disidangkan. Kalau terbukti, langsung didiskualifiasi," jelasnya.

Pengutamaan Bawaslu dalam penanganan sengketa, tidak lagi pengawasan dan penanganan pelanggaran menurut Refly juga akan menyederhanakan organisasi Bawaslu.

Panitia Pengawas Lapangan (PPL), Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), dan Panwaslu Kabupaten/Kota menurutnya tidak diperlukan lagi. Penanganan sengketa cukup dilakukan Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Pusat.

Untuk menguatkan fungsi Bawslu sebagai pengadilan pemilu, ia menyarankan Bawaslu disulap layaknya Mahkamah Konstitusi. Secara kelembagaan, Bawaslu diisi oleh personil-personil yang ahli dalam hukum dan kepemiluan.

"Bawaslu harus direformasi. Diisi oleh ahli-ahli seperti Pak Jimly Asshidiqie, Pak Harjono, Pak Maruarar Siahaan. Orang-orang yang  respected, track record jelas," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement