REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Property Watch (IPW) menggelar poling kandidat menteri perumahan rakyat (menpera) yang bakal masuk ke dalam pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Dari poling yang digelar secara independen itu, muncul tiga nama terkuat. Posisi teratas ditempati politikus Partai Nasdem, Enggartiasto Lukita.
Direktur IPW, Ali Tranghada menuturkan, polling itu merupakan penjaringan aspirasi sebagai referensi keputusan pemerintahan baru agar dapat lebih fokus dalam membenahi masalah perumahan yang ada. "Siapapun yang nanti akan menjadi Menpera diharapkan merupakan profesional yang benar-benar memahami masalah perumahan rakyat, karena pemahaman perumahan rakyat butuh sebuah terobosan dari tokoh perumahan yang visioner," kata Ali di Jakarta, Jumata (19/9).
Enggartiasto pernah menjadi Ketua Departemen REI (1986-1989), Ketua Umum REI (1992-1995), Ketua Kehormatan REI (1996), dan Wakil Ketua FIABCI (1992-1995). Ia juga pernah menjadi anggota DPR dari Partai Golkar periode 1997-1999 dan 2004-2009.
Dari 574 reponden posisi kedua ditempati politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Eddy Ganefo, dan posisi ketiga diduduki politikus Partai Demokrat, Panangian Simanungkalit.
Ali Tranghada meminta pemerintahan yang akan datang tidak hanya melihat perumahan rakyat sebagai sesuatu yang sekedar ada. Namun lebih dari itu harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan untuk menyelesaikan masalah perumahan di "Indonesia yang selama ini sangat tertinggal dibandingkan penanganan perumahan rakyat di negera-negara tetangga. Intervensi dan proteksi pemerintah terhadap public housing masih sebatas wacana dan tidak dapat diimplementasikan di lapangan," katanya.
Menurut Ali, kegagalan mengatasi permasalahan yang ada lebih dikarenakan wewenang Kementerian Perumahan Rakyat yang tidak sampai ke wilayah pemerintah daerah (pemda). Karena pemda tidak berada di bawah Kemenpera melainkan Kemendagri. Sedangkan penyediaan lahan untuk perumahan sangat tergantung dari kebijakan di masing-masing Pemda.
"Karenanya selain menpera yang dapat bertindak sebagai regulator perlu segera dibentuk sebuah Badan Perumahan Nasional (BPN) yang akan melakukan koordinasi terhadap penyediaan perumahan rakyat termasuk dibentuknya bank tanah milik pemerintah. Bank tanah yang akan dikelola oleh badan ini berfungsi juga sebagai pengendali harga tanah sehingga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah tidak tertinggal jauh terhadap harga rumah," ucap Ali.
Dijelaskan Ali, BPN sebenarnya telah diamanatkan oleh UU No 1 PKP tahun 2011 namun sampai saat ini belum juga terbentuk. Badan ini akan berfungsi sebagai eksekutor dan koordinator yang sangat berbeda dengan peran Kemenpera saat ini. Karena masalah perumahan sangat terkait tidak hanya Kemenpera melainkan Kemenkeu, Kemendagri, Menteri PU, dan lainnya yang membutuhkan koordinasi solid dalam penanganannya.
"Permasalahan apakah badan tersebut adalah badan baru atau bukan dapat didiskusikan oleh pemerintah. Bila kendala pembentukan badan baru yang mahal, maka Perumnas dapat diserahkan fungsi sebagai badan ini. Namun demikian tentunya tidak lagi dalam naungan BUMN seperti saat ini," imbuh Ali.
Karenanya masalah perumahan harus ditangani oleh dua lembaga ini yang saling melengkapi. Di satu sisi Kemenpera sebagai regulator dan Badan Perumahan Nasional sebagai eksekutor. Ali berpendapat, tanpa kehadiran lembaga ini maka masalah perumahan rakyat akan semakin karut marut dan tidak terkendali, karena selama ini pun road map untuk perumahan nasional belum juga ada.
"Kebijakan-kebijakan perumahan yang selama ini diambil hanya bersifat tambal sulam tanpa arah yang jelas. Pemerintah yang akan datang harus dan wajib untuk memberikan prioritas pemikiran terhadap keberadaan badan ini, ucap dia mengakhiri.