REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutive Energy Watch, Ferdinand Hutahaean berpendapat ada kejanggalan terkait mencuatnya nama CEO Shell Indonesia Darwin Silalahi yang disebut-sebut menjadi kandidat menteri ESDM ataupun dirut Pertamina. Pasalnya, Darwin Silalahi merupakan salah satu nama yang diusung oleh perusahaan asing.
"Kenapa mereka mendorong nama-nama untuk berada di ranah kebijakan? Pasti ada kepentingan," katanya kepada wartawan, Jumat (19/9).
Menurut Ferdinand yang juga merupakan relawan Jokowi-JK, Presiden terpilih harus lebih cermat dalam memilih orang untuk menduduki posisi tertinggi kementerian ESDM dan perusahaan sekaliber Pertamina. "Jangan hanya karena mencari sosok profesional dan non politik kemudian latar belakangnya tidak diperhitungkan," tegasnya.
Satu hal yang patut dikhawatirkan, lanjutnya, jika sosok seperti Darwin menduduki posisi strategis di sektor hulu maka kebijakan-kebijakan yang diambil akan cenderung mengutamakan kepentingan asing, khususnya perusahaan yang mengusungnya.
"Walaupun dia memiliki prestasi sebagai CEO Shell Indonesia, tapi tentu otaknya sudah tercuci dengan skema kapitalis. Ini tentu bertolak belakang dengan sistem ekonomi yang diusung Jokowi yakni, ekonomi kerakyatan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa dengan posisinya sebagai pejabat Pemerintahan, dikhawatirkan Darwin akan memanfaatkan momentum pencabutan subsidi BBM. Dengan cara mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM agar setara dengan harga jual Shell, maka secara otomatis dan perlahan rakyat indonesia akan beralih memakai Shell untum kendaraan mereka. "Jika itu terjadi, maka tidak butuh waktu lama ESDM dan Pertamina pasti hancur," tutupnya.