Jumat 19 Sep 2014 06:15 WIB

Heri Akhmadi Yakin RUU Pilkada Akomodasi Masalah Papua

Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan unjuk rasa menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9). (Republika/ Wihdan).
Foto: Republika/ Wihdan
Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan unjuk rasa menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9). (Republika/ Wihdan).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Anggota Komisi I DPR RI Heri Akhmadi menegaskan bahwa RUU Pilkada itu sangat mungkin akan bisa mengakomodasi daerah-daerah yang belum siap dengan pilkada langsung, seperti Papua.

"Mungkin saja, karena Papua sekarang masih pakai Noken, jadi pilkada langsung dan tidak langsung akan bisa dipakai dua-duanya, dan daerah yang akan memilih (sistem) yang sesuai daerah," kata anggota F-PDIP DPR RI itu di Rektorat Unair Surabaya, Kamis.

Di sela kunjungan kerja Komisi I DPR RI terkait permintaan masukan terhadap RUU Rahasia Negara, ia mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan legislator dari DPRD Mimika, Papua, Agustinus Anggaibak.

Agustisnus berpendapat bahwa pemilihan kepala daerah mulai dari tingkat bupati/wali kota hingga gubernur di Provinsi Papua dan Papua Barat lebih cocok lewat DPRD, bukan dipilih rakyat langsung.

Menurut dia, peluang sistem pilkada yang akan digunakan dalam RUU Pilkada hingga kini masih berpeluang pada beberapa pilihan yakni pilkada langsung, pilkada tidak langsung, atau pilkada langsung dan tidak langsung yang dipakai keduanya untuk disesuaikan kondisi daerah setempat (dipilih tokoh daerah).

"Ya, peluang jalan tengah (dipakai keduanya, baik pilkada langsung maupun pilkada tidak langsung, yang disesuaikan kondisi daerah) itu selalu ada, bahkan kemungkinan penundaan untuk diserahkan kepada DPR baru juga ada," katanya.

Politisi senior PDIP itu mengakui penentuan sistem pilkada dalam RUU itu akan sangat bergantung kepada keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bila memang diputuskan oleh DPR yang ada sekarang.

LBH Surabaya

Sementara itu, empat aktivis LBH Surabaya mendatangi Gedung DPRD Jawa Timur untuk menyampaikan surat terbuka kepada anggota DPR RI terkait pilkada melalui anggota DPRD setempat.

Dalam kesempatan itu, rombongan aktivis LBH Surabaya yang dipimpin Kepala Bidang Penanganan Perkara LBH Surabaya Hosnan membawa "dadu pilkada" yang bergambar para calon kepala daerah pada enam permukaan dari dadu.

"Daripada pilkada oleh DPRD ya calon kepala daerah itu sebaiknya dipilih dengan dadu saja," kata Hosnan menjelang pertemuan dengan pimpinan DPRD Jatim.

Ia mengaku pihaknya meminta pimpinan DPRD Jatim untuk mengirim via faksimil kepada DPR RI tentang surat terbuka yang ditandatangani Direktur LBH Surabaya M Faiq Assiddiqi SH.

Intinya, LBH meminta DPR untuk tidak menghadirkan kembali demokrasi semu yakni pilkada oleh DPRD, meminta DPRD se-Jatim menolak pilkada oleh DPRD, dan meminta Gubernur untuk mendukung pilkada langsung.

"Pilkada oleh DPRD adalah langkah mundur dalam demokrasi dan menjauhkan rakyat dari pemimpinnya, bahkan ada kesan parpol 'cuci tangan' lewat DPRD karena tidak memiliki kader berkualitas untuk kepala daerah," katanya.

Terkait konflik horisontal, ia mengatakan argumentasi itu tidak didukung fakta, karena 90 persen pilkada langsung berjalan damai dan kalau pun ada konflik justru disebabkan ketidakdewasaan elite politik, bukan rakyat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement