REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng mengkhawatirkan rencana Presiden terpilih Joko Widodo menempatkan bos-bos perusahaan multinasional dalam kabinet.
Ia khawatir rencana itu akan berbahaya karena bos perusahaan banyak yang tersandera cukong, oleh karena itu Jokowi jangan sampai tersandera. Ia menilai Jokowi bisa mencoreng ideologi Trisakti ala Soekarno yang selama ini diusung kalau benar-benar salah memilih calon menteri. Terlebih, ESDM menjadi salah satu sektor paling menggiurkan bagi para pebisnis, terutama perusahaan multinasional.
"Sejauh ini sektor migas telah menjadi ajang pengerukan kartel internasional, sindikat bisnis, dan mafia dalam kekuasaan secara bersama-sama. Para pebisnis yang menjarah minyak, tambang, hutan Indonesia, tidak layak menempatkan CEO dan orangnya dalam jajaran kabinet," katanya, Rabu (17/9).
Niat Jokowi-JK yang meminta profesional kader partai melepas embel-embel politik patut diacungi jempol. Namun, jangan sampai lepas dari cengkraman partai politik, justru membuat Jokowi-JK tersandera para cukong.
"Mestinya Jokowi juga menyatakan komitmennya untuk membebaskan kabinet dari para pebisnis, orang yang terlibat langsung dalam bisnis, baik sebagai CEO perusahaan asing, maupun perusahaan nasional," katanya.
Konflik kepentingan (conflict of interest) tidak cuma terjadi antara parpol. Bagi Salamudin, konflik kepentingan bisa saja terjadi antara pemerintah dan pebisnis yang menancapkan kukunya dalam kabinet. Oleh karena itu, dirinya meminta Jokowi membangun komitmen agar para menteri harus bebas sama sekali dari perusahaan-perusahaan yang selama ini menggerogoti kekayaan nasional.
"Para pebisnis ini jauh lebih berbahaya dari pengurus parpol. Pengurus parpol masih memiliki tanggung jawab kepada konstituen, sehingga dia akan sangat berhitung jika sepak terjangnya merugikan konstituennya. Sementara pebisnis, kartel dan sindikat internasional, hanya bertanggung jawab kepada keuntungan dan uang," katanya.