Rabu 17 Sep 2014 18:52 WIB

RUU Pilkada Tergantung Presiden

Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan aksi tolak RUU Pilkada di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (14/9).  (Republika/ Tahta Aidilla)
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan aksi tolak RUU Pilkada di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (14/9). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Gajahmada Yogyakarta AA GN Ari Dwipayana mengemukakan keputusan akhir pembahasan RUU Pilkada sangat tergantung pada sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat.

"Polemik yang ramai saat ini apakah pilkada diselenggarakan secara langsung atau tidak yakni dikembalikan ke DPRD," kata Ari Dwupayana pada diskusi "Polemik RUU Pilkada" di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu.

Menurut Ari, Presiden SBY sebelumnya menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan pilkada langsung seperti dalam wawancara yang diunggah ke "youtube"

Dalam wawancara tersebut, kata dia, Presiden SBY yang juga ketua umum Partai Demokrat menilai rakyat sudah terbiasa dengan pilkada langsung yang sudah berjalan pada era reformasi selama 10 tahun terakhir.

SBY juga menilai, sistem pilkada langsung cocok dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia.

Ari menuturkan dengan pernyataan Presiden SBY tersebut hendaknya Pemerintah maupun Partai Demokrat memiliki sikap yang tegas untuk mendukung sikap SBY.

"SBY sebagai presiden dan sebagai ketua umum Partai Demokrat sulit dipisahkan, karena memang figurnya hanya satu," katanya.

SBY sebagai Presiden sekaligus kepala pemerintahan, menurut Ari Dwipayana, hendaknya diikuti pemerintah pada pembahasan RUU Pilkada yang sudah memasuki tahap akhir.

Pakar pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gajahmada Yogyakarta ini menambahkan, sikap SBY sebagai ketua umum Partai Demokrat hendaknya juga diikuti oleh pengurus Partai Demokrat.

Kalau dinamika politik di DPR ternyata tidak berubah karena waktunya sangat mendesak, menurut Ari, presiden sesungguhnya memiliki kewenangan untuk tidak ikut menyetujui RUU Pilkada menjadi UU.

"Kalau Presiden mengambil posisi tidak menyetujui RUU Pilkada, maka persetujuan RUU Pilkada tidak terjadi," katanya.

Menurut Ari Dwipayana, itu artinya pada pilkada 2015 akan kembali ke aturan perundangan sebelumnya yang mengatur soal pilkada.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement