REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace menyatakan lahan gambut di Indonesia dalam kondisi "sekarat" akibat kebakaran dan alih fungsi hutan.
"Gambut Indonesia 'sekarat'. Mereka butuh perlindungan kuat dan komprehensif, tetapi draf peraturan gambut yang ada tidak membuktikan itu," kata Juru Kampanye Politik Hutan Greenpeace, Yuyun Indradi di Jakarta, Rabu.
Data terbaru Greenpeace menunjukkan tiga per empat dari total titik api di Indonesia telah membakar lahan gambut.
Gambut kering dan alih fungsi hutan untuk perkebunan telah melepas cukup banyak gas emisi untuk memposisikan Indonesia di antara tiga negara dunia tertinggi pelepas gas emisi.
Hal ini akan berisiko atas komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada dunia untuk mengurangi emisi negaranya antara 26 dan 41 persen pada 2020.
Untuk itu Greenpeace mendesak pemerintah mengamankan warisan hijaunya dengan memastikan perlindungan nyata terhadap gambut dengan tidak menandatangani regulasi gambut yang dinilai masih lemah.
Kebijakan moratorium hutan presiden atas konsesi baru tidak cukup memastikan perlindungan gambut nasional yang menyimpan 60 miliar ton karbon.
Draf regulasi gambut yang tengah menunggu tanda tangan Presiden gagal melindungi gambut sebagai lansekap ekosistem dan kawasan gambut di dalam konsesi yang ada.
Menghancurkan satu bagian dari kubah gambut bisa mendorong matinya bagian yang dilindungi melalui pengeringan serta pengaruh dari lingkungan sekitarnya.