REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menjadwalkan bertemu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pekan depan. Mereka ingin meminta masukan atas pembentukan rezim antikorupsi dalam seleksi calon menteri.
Deputi tim transisi, Andi Widjayanto mengatakan, pemerintahan Jokowi-JK ingin membangun sistem yang dapat mencegah terjadinya praktik korupsi di kabinetnya. Mereka ingin memastikan kalau pejabat publik yang dipilih nanti bersih dari dugaan kasus hukum tersebut.
"Pekan depan, kami akan bertemu dengan KPK dan PPATK untuk melihat seperti apa usulan mereka terkait pembentukan rezim antikorupsi ini," kata Andi di rumah transisi, Rabu (17/9).
Dia menambahkan, Jokowi-JK memiliki kriteria dasar dalam menentukan nama-nama menteri. Mereka perlu menelusuri rekam jejak calon pembantu presiden itu.
Termaksud potensi keterlibatan kasus korupsi. Itulah mengapa, tim transisi perlu masukan kedua lembaga ini.
Apalagi, Jokowi-JK memutuskan menyediakan 16 pos kementerian bagi parpol koalisi. Sehingga hal itu menjadi tugas parpol dalam mengusulkan kader-kadernya.
Parpol terlebih dahulu harus mampu menyeleksi nama calon yang dinilai kredible dan profesional.
"Selain itu akan ada uji loyalitas. Artinya menteri harus patuh kepada presiden untuk melayani rakyat, bukan parpol. Sebab mereka punya tanggung jawab besar di sini," ujar dia.