REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA-- Legislator dari DPRD Mimika, Papua, Agustinus Anggaibak, berpendapat bahwa pemilihan kepala daerah mulai dari tingkat bupati/wali kota hingga gubernur di Provinsi Papua dan Papua Barat lebih cocok lewat DPRD, bukan dipilih rakyat langsung.
"Dari pengalaman selama 10 tahun penyelenggaraan Pilkada langsung oleh rakyat, terutama di Papua, menuai banyak masalah seperti konflik sosial hingga mengorbankan nyawa masyarakat seperti terjadi di Kabupaten Puncak pada 2011-2012," katanya kepada Antara di Timika, Rabu (17/9).
Ia berharap khusus di Papua, sebaiknya DPRD yang memilih kepala daerah. Hal itu jauh lebih baik karena secara jujur kita harus mengakui rakyat kita di Papua belum siap. Tinggal sistemnya yang harus dibenahi. Menurut politisi yang pernah bertarung dalam Pilkada Mimika putaran pertama pada 10 Oktober 2013 itu, sistem Pilkada langsung sesungguhnya sangat baik karena rakyat mengetahui secara rinci kualitas calon kepala daerah yang hendak mereka pilih.
Namun dari pengalaman selama ini, katanya, suara yang telah rakyat memberikan pada setiap TPS banyak "disunat" oleh penyelenggara Pemilu mulai dari tingkat KPPS hingga KPU. Secara jujur, lanjutnya, ia mengakui bahwa birokrasi yang dibangun oleh KPU dan perangkatnya tidak mendengarkan suara rakyat.
"Akibatnya calon-calon menjadi korban. KPU dan perangkatnya hanya mengamankan kepentingan calon-calon tertentu. Itu bukan rahasia lagi. Jadi, siapa yang punya banyak uang, dia yang menang," tuturnya.
Agustinus tidak menampik jika Pilkada melalui DPRD maka hal itu akan melanggengkan praktik korupsi di tubuh lembaga legislatif. Untuk meminimalkan potensi korupsi tersebut, katanya, sistem pilkada harus dibenahi total.
"Harus ada aturan-aturan yang jelas supaya dewan yang terima suap dari calon saat pilkada itu dihukum seberat-beratnya. Kalau aturannya tidak dibenahi maka sama saja karena hanya mengalihkan korupsi dari masyarakat akar rumput ke lembaga DPRD," ujar wakil rakyat dari Partai Hanura itu.