REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-JK didesak untuk segera mengumumkan nama-nama tokoh yang masuk dalam kabinetnya. Selain itu Jokowi-JK diminta menguji nama-nama tersebut agar orang yang dicalonkan benar-benar layak dan mampu mengemban amanah rakyat.
"Kebijakan ini diperlukan untuk menjaga amanah suara rakyat, dan bukan bermaksud untuk mengubah komposisinya, namun lebih agar rakyat diberi kesempatan memberi masukan dan mengabarkan berbagai informasi atas calon menteri yang dipilihnya," kata pemerhati masalah sosial dan politik Farid Ari Fandi, Selasa (16/9).
Hal itu disampaikannya terkait, pascapengumuman kabinet Jokowi-JK yakni pada posisi 18 profesional dan 16 profesional partai, yang dinilai menggeser kepercayaan suara rakyat yang telah diberikan kepada partai pemenang pemilu.
Menurutnya kebijakan untuk menguji tersebut diperlukan agar di mata masyarakat calon menteri tersebut diketahui ada beberapa permasalahan.
"Sebab rakyat sudah cukup jenuh dengan kisah partai yang menyebabkan program-program pemerintah menjadi ego sektoral, kasus penanganan sapi, kasus pelaksanaan ibadah haji dan mungkin beberapa kementerian lainnya membuktikan, apa yang sebenarnya sudah menjadi milik masyarakat namun dalam pelaksanaannya sering terkooptasi kepentingan sektoral akibat diisi orang partai," jelasnya.
Bahkan mirisnya, katanya lagi, seluruh staf ahli dan asisten yang ditunjuk menteri dari partai bisa menguasai kementerian. Akibatnya para pejabat profesional yang berada di beberapa eselon tidak berkutik mengikuti menteri dan staf-staf yang berasal dari partai. Ia memandang bahwa memang demikian realitas politik, benar atau salah, maka perbandingan di era SBY bisa menjadi acuan.
"Kementerian yang diisi profesional cenderung berprestasi seperti hadirnya BPJS Kesehatan yang dirasakan dibanding kementerian yang berasal dari parpol (Pertanian, Agama) yang muncul lebih pada prestasi korupsinya dan sibuk menjaga konstituennya, bahkan mungkin beberapa tidak kita dengar geliatnya," katanya.
Konstituennya sendiri tidak terdidik akhirnya untuk bersaing secara sehat dengan masyarakat lainnya dalam menjalankan program. Hal ini justru ada hikmah dan pelajaran bagi kita semua, sehingga pentingnya meletakkan peran yang tepat untuk membangun pemerintahan ke depan.
"Analisa kita di tantang untuk membandingkan antara posisi Menteri yang diisi Profesional dan diisi utusan Parpol. Bayangkan saja untuk mendukung salah satu kebijakan program dengan objek yang sama dan capaian yang berbeda-beda misalnya, menggunakan anggaran ratusan triliun yang disebar di beberapa kementerian, dan berdasarkan evaluasi yang dibantu beberapa konsultan itu keberhasilannya sulit ditemukan," katanya.
Dampaknya program sering saling bertabrakan dan tidak ada koordinasi yang solid dalam penanganan program-program tersebut. Karena itu, diharapkan tim transisi bekerja lebih keras didalam menemukan dan merumuskan efektifitas dan efesiensi pemerintahan ke depan yang memang harusnya lebih ramping.