REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan masalah pelantikan beberapa caleg DPR terpilih yang dilaporkan memiliki masalah hukum. Meski pun sesuai UU Pemilu mereka memenuhi syarat untuk dilantik, KPU juga mempertimbangkan aspek etik.
"Yang pasti ini proses etik. Jadi kalau misalnya seperti caleg tersangka, harusnya diharapkan kesadaran sendiri untuk mundur," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Jakarta, Selasa (16/9).
Meski begitu, KPU juga melakukan upaya lain. KPU telah berdiskusi dengan Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Termasuk juga menunggu rekomendasi dan keterangan tertulis dari lembaga penegak hukum. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kejaksaan.
Ia menjelaskan, KPU bisa mempertimbangkan untuk menangguhkan pelantikan caleg tersebut. Yaitu jika lembaga penegak hukum merekomendasikan agar caleg tersebut ditangguhkan pelantikannya dengan alasan keperluan penyidikan dan proses hukum.
"Jika ada surat dari rekomendasi instansi terkait. Nanti KPU pertimbangkan penangguhan pelantikannya," jelas Ferry.
Hingga saat ini, menurutnya, KPU masih menunggu surat rekomendasi dari lembaga penegak hukum tersebut. Namun, jika partai politik pengusung mengajukan pergantian antarwaktu, KPU bisa menangguhkan pelantikan caleg bermasalah hukum.
KPU mengirimkan nama-nama caleg DPR dan DPD yang akan dilantik pada 1 Oktober nanti ke sekretariat negara paling lambat 27 September. Selanjutnya, presiden akan mengeluarkan surat keputusan pelantikan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama lembaga pemantau pemilu merilis ada 49 orang yang tersangkut tindak pidana korupsi menjadi anggota DPR dan DPRD. Karenanya, mereka meminta partai politik untuk mengganti kadernya yang pernah tersangkut tindak pidana korupsi.
"Kita minta parpol melakukan pergantian antar waktu (PAW) bagi anggotanya yang pernah menjadi tersangka, terpidan kasus korupsi," kata Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsuddin Alimsyah.
Divisi Hukum dan Monitoring ICW, Lalola Easter menyampaikan, dari 49 kader parpol yang lolos masuk parlemen itu status hukumnya beragam. Ada yang masih dalam proses penyidikan, persidangan ada juga yang sudah divonis di pengadilan tingkat pertama dan Mahkamah Agung.
"Bahkan di antara mereka saat ini masih dalam tahanan," kata Lalola.